"Lalu hati Firaun mengerasi, dan ia tidak mengindahkan mereka, seperti yang difirmankan TUHAN."
Sebuah ilustrasi abstrak yang melambangkan keteguhan dan konsekuensi.
Ayat Keluaran 9:35 menyajikan sebuah titik krusial dalam narasi pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Ayat ini menggambarkan kekerasan hati Firaun yang terus-menerus, sebuah sifat yang menjadi penghalang utama bagi pemenuhan kehendak ilahi. Setelah serangkaian tulah yang dahsyat menimpa Mesir, yang dirancang untuk membujuk Firaun agar melepaskan bangsanya, justru hati Firaun semakin mengeras. Ini bukan sekadar ketidaktegasan biasa, melainkan penolakan yang disengaja terhadap kebenaran yang telah begitu nyata di depan matanya.
Peristiwa ini menekankan tema sentral dalam Kitab Keluaran: perjuangan antara kehendak manusia yang keras kepala dan kedaulatan Allah yang tak terbantahkan. Setiap tulah yang ditimpakan Allah adalah sebuah kesempatan bagi Firaun untuk bertobat dan belajar, namun alih-alih merendahkan hati, ia justru semakin mempertebal benteng penolakannya. Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa Firaun tidak mengindahkan mereka, yang merujuk pada perkataan Musa dan Harun yang menyampaikan firman Tuhan, serta penderitaan yang dialami oleh rakyatnya sendiri.
Fenomena kekerasan hati ini, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut, "seperti yang difirmankan TUHAN," menunjukkan bahwa tindakan Firaun bukanlah sesuatu yang tiba-tiba atau di luar rencana ilahi. Allah mengetahui kecenderungan hati manusia, termasuk Firaun. Namun, penting untuk dipahami bahwa Allah tidak "membuat" hati Firaun mengeras dalam artian memaksanya berbuat dosa. Sebaliknya, Allah mengizinkan hati Firaun yang memang sudah cenderung keras untuk menunjukkan buahnya yang sebenarnya, demi menyatakan kemuliaan-Nya dan memberikan pelajaran yang berharga bagi bangsa Israel dan seluruh dunia.
Konsekuensi dari kekerasan hati Firaun tidak hanya berdampak pada dirinya dan bangsa Mesir, tetapi juga pada perjuangan pembebasan bangsa Israel. Semakin keras Firaun menolak, semakin besar pula tanda-tanda kebesaran Allah yang harus diturunkan. Ini pada akhirnya memperkuat iman bangsa Israel, meskipun juga menambah penderitaan mereka untuk sementara waktu. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya ketaatan dan kerendahan hati di hadapan kehendak Tuhan. Penolakan terus-menerus terhadap kebenaran dan teguran dapat menyebabkan hati menjadi semakin bebal, menutup diri dari pencerahan dan perubahan.
Keluaran 9:35 juga menjadi pengingat bahwa tindakan kita memiliki konsekuensi. Ketika kita memilih untuk mengeras hati dan menolak kebaikan atau kebenaran, kita pada akhirnya merugikan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Perjuangan bangsa Israel untuk keluar dari Mesir adalah sebuah saga panjang tentang kehendak Allah yang teguh dan respons manusia yang beragam. Ayat ini, dalam kesederhanaannya, menangkap inti dari konflik tersebut, sebuah pengingat abadi tentang kekuatan kehendak bebas manusia dan kedaulatan ilahi yang selalu bekerja demi tujuan-Nya yang lebih besar.