Kisah Para Rasul 11-15: Perluasan Kabar Baik dan Tantangan Awal

"Dan terjadilah bahwa seluruh kota datang berkumpul untuk mendengarkan Firman Tuhan." - Kisah Para Rasul 13:44

Kitab Kisah Para Rasul memaparkan perjalanan luar biasa dari perluasan Kekristenan perdana. Bab 11 hingga 15 menandai periode krusial di mana Injil tidak lagi terbatas pada komunitas Yahudi di Yerusalem, tetapi mulai menjangkau bangsa-bangsa lain, yang seringkali menimbulkan perdebatan dan penyesuaian dalam pemahaman iman. Periode ini adalah saksi bisu dari kekuatan Roh Kudus yang memimpin para rasul dan pengikut Kristus untuk melampaui batas-batas budaya dan etnis.

Simbol yang merepresentasikan perluasan dan persatuan dalam iman

Kisah Para Rasul 11 mencatat penerimaan Injil oleh orang-orang bukan Yahudi, terutama di Antiokhia. Petrus, setelah pengalaman awalnya dengan Kornelius, menjelaskan bagaimana Allah telah memberikan pertobatan untuk hidup kepada orang-orang bukan Yahudi. Ini adalah momen penting yang membuka pintu lebar-lebar bagi misi Paulus dan Barnabas di antara bangsa-bangsa lain. Gereja di Antiokhia menjadi pusat misi yang penting, dan di sinilah para pengikut Kristus pertama kali disebut "Kristen". Peristiwa ini menguji pemahaman komunitas Kristen awal tentang siapa yang layak menerima anugerah keselamatan Allah.

Selanjutnya, Kisah Para Rasul 12 beralih fokus pada penganiayaan dan campur tangan ilahi. Raja Herodes Agripa I memerintahkan penangkapan dan pembunuhan Yakobus, saudara Yohanes, dan kemudian juga Petrus. Namun, doa jemaat yang tak henti-hentinya menghasilkan kelepasan ajaib bagi Petrus dari penjara. Sementara itu, Herodes sendiri dihukum mati karena kesombongannya. Bab ini menegaskan kembali bahwa kedaulatan Allah bekerja di tengah kesulitan dan penganiayaan, serta bahwa doa memiliki kekuatan yang besar.

Puncak dari perluasan misi terjadi dalam Kisah Para Rasul 13 dan 14, yang menceritakan perjalanan misi pertama Paulus dan Barnabas. Mereka berlayar ke Siprus dan kemudian ke Asia Kecil (sekarang Turki). Di sana, mereka memberitakan Injil di berbagai kota seperti Antiokhia di Pisidia, Ikonium, Listra, dan Derbe. Mereka menghadapi penolakan, penganiayaan, bahkan dilempari batu, namun juga menyaksikan banyak orang beriman, termasuk orang bukan Yahudi. Peristiwa di Listra, di mana Paulus menyembuhkan seorang yang lumpuh dan kemudian disalahpahami sebagai dewa Hermes, menunjukkan reaksi beragam dari orang-orang terhadap pemberitaan Injil.

Yang paling penting dalam periode ini adalah resolusi dari perdebatan besar mengenai status orang bukan Yahudi yang menjadi percaya kepada Yesus, seperti yang dicatat dalam Kisah Para Rasul 15. Sidang di Yerusalem diadakan untuk membahas apakah orang bukan Yahudi harus disunat dan mematuhi hukum Musa. Setelah diskusi yang panjang dan dipimpin oleh Roh Kudus, diputuskan bahwa keselamatan datang melalui kasih karunia Yesus Kristus, bukan melalui hukum Taurat. Keputusan ini, yang disampaikan melalui surat kepada gereja-gereja di Antiokhia, Siria, dan Kilikia, membebaskan orang bukan Yahudi dari beban hukum Yahudi dan memperkuat persatuan antara orang Yahudi dan bukan Yahudi dalam satu tubuh Kristus. Ini adalah momen transformatif yang memastikan bahwa Injil adalah untuk semua orang.

Kisah-kisah dalam bab 11 hingga 15 ini menunjukkan bagaimana iman Kristen tumbuh dan menyebar melalui keberanian para rasul, tuntunan Roh Kudus, dan anugerah Allah yang tak terbatas. Periode ini membuktikan bahwa rencana Allah melampaui segala prasangka manusia dan bahwa pesan penebusan dimaksudkan untuk seluruh dunia. Tantangan dan keberhasilan yang dihadapi para rasul di masa ini terus menjadi inspirasi bagi gereja sepanjang masa.