Kisah Para Rasul 17:16

"Sementara Paulus menunggu mereka di Athena, ia menjadi sangat terganggu oleh berhala-berhala di kota itu."

Simbol ilahi atau patung dewa di Athena

Ayat pembuka dalam Kisah Para Rasul 17:16 menggambarkan momen krusial dalam pelayanan Rasul Paulus di kota Athena. Saat menanti rekan-rekannya di kota yang terkenal dengan filsafat dan penyembahan berhalanya ini, Paulus merasakan gejolak batin yang mendalam. Pemandangan kota yang dipenuhi dengan ribuan patung dewa-dewi kuno sungguh mengusik jiwanya. Pengalaman ini bukan sekadar pengamatan visual, melainkan sebuah panggilan mendesak untuk bertindak dan menyampaikan kebenaran Injil.

Athena pada masa itu adalah pusat kebudayaan dan intelektual dunia Yunani kuno. Para filsuf terkemuka seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles pernah berjalan di jalanan kota ini. Namun, di balik kemegahan intelektualnya, Athena juga merupakan kota yang sangat religius, meskipun cara beribadah mereka didasarkan pada penyembahan berhala. Kuil-kuil megah didirikan untuk berbagai dewa dan dewi, dan kehidupan sehari-hari masyarakat sangat dipengaruhi oleh praktik keagamaan politeistik. Paulus, sebagai seorang Yahudi yang taat dan kini seorang utusan Kristus, melihat semua itu sebagai bentuk penyimpangan dari pengenalan akan Allah yang sejati.

Rasa "sangat terganggu" yang digambarkan dalam ayat tersebut menunjukkan intensitas emosional dan spiritual Paulus. Ini bukan sekadar ketidaksetujuan biasa, melainkan kepedihan mendalam melihat manusia diciptakan menurut gambar Allah namun menyembah ciptaan-Nya sendiri. Rohnya bergejolak melihat begitu banyak jiwa tersesat dalam kegelapan spiritual, terperangkap dalam takhayul dan kesia-siaan. Bagi Paulus, ini adalah sebuah bentuk penghinaan terhadap Pencipta langit dan bumi. Ia tidak bisa berdiam diri melihat kehancuran rohani yang meluas.

Kisah Para Rasul 17:16 menjadi latar belakang penting untuk peristiwa-peristiwa selanjutnya di Athena. Dorongan dari dalam hati Paulus inilah yang kemudian membawanya untuk berdiskusi di sinagoge, di pasar (agora), dan akhirnya berdiri di hadapan mahkamah Areopagus untuk menyampaikan khotbahnya yang terkenal. Khotbah di Areopagus adalah contoh luar biasa bagaimana Paulus menggunakan konteks budaya dan intelektual setempat untuk memperkenalkan Allah yang benar. Ia merujuk pada mezbah "Kepada Allah yang Tidak Dikenal" yang pernah ia lihat, dan dari situ ia membentangkan Injil tentang Yesus Kristus.

Momen di Athena ini mengingatkan kita bahwa iman yang hidup tidak pernah pasif. Ketika kita dihadapkan pada ketidakbenaran atau kegelapan spiritual, hati kita seharusnya merasakan dorongan untuk bertindak, untuk menjadi saksi Kristus. Rasa "terganggu" yang dirasakan Paulus bukanlah kelemahan, melainkan tanda kepedulian dan cinta yang membara bagi jiwa-jiwa yang terhilang. Kisah ini menginspirasi kita untuk memiliki kepedulian yang sama terhadap dunia di sekitar kita, untuk berani bersuara tentang kebenaran Allah, dan menggunakan hikmat serta kesempatan yang ada untuk membagikan harapan dalam Kristus. Kehidupan Paulus di Athena, yang dimulai dengan rasa terganggu yang mendalam, akhirnya membawa pemberitaan Injil ke salah satu pusat peradaban pada zamannya.