Kisah Para Rasul pasal 18 mencatat salah satu periode paling signifikan dalam pelayanan Rasul Paulus. Setelah mengalami perlakuan yang kurang baik di Tesalonika dan Berea, Paulus melanjutkan perjalanannya ke Athena. Di sana, ia mencoba menyampaikan Injil, namun respons yang diterimanya beragam. Sebagian besar orang Athena, terutama kaum filsuf, memandang rendah ajaran tentang kebangkitan Kristus. Momen ini menunjukkan bahwa penginjilan tidak selalu disambut dengan tangan terbuka; seringkali dibutuhkan keberanian dan ketekunan dalam menghadapi penolakan atau ketidakpedulian.
Selanjutnya, Paulus memutuskan untuk pergi ke Korintus. Kota Korintus pada masa itu adalah pusat perdagangan dan budaya yang ramai, namun juga dikenal sebagai kota yang memiliki reputasi moral yang buruk. Di tengah kemegahan dan kemerosotan moralnya, Paulus menemukan kesempatan untuk menabur benih Kerajaan Allah. Ayub 18:3 memberikan kita pandangan yang menarik tentang bagaimana Paulus menjalani kehidupannya di kota ini. Dikatakan bahwa ia seorang tukang kemah, dan karena keahliannya, ia tinggal dan bekerja bersama Akwila dan Priskila, yang juga berprofesi sama.
Keputusan Paulus untuk bekerja sebagai tukang kemah bukan sekadar alasan ekonomi. Ini adalah sebuah strategi yang bijaksana. Dengan bekerja, ia dapat menopang dirinya sendiri, menghindari menjadi beban bagi orang lain, dan sekaligus memiliki kesempatan untuk membangun hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Profesi tukang kemah, yang melibatkan pembuatan tenda dari kulit atau kain, adalah keterampilan yang umum pada masa itu dan memungkinkan interaksi dengan berbagai lapisan masyarakat. Melalui percakapan sehari-hari saat bekerja, Paulus dapat memperkenalkan kebenaran Injil dengan cara yang lebih natural dan tanpa prasangka.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa pelayanan bukan hanya tentang khotbah dari mimbar atau kegiatan gerejawi formal. Pelayanan yang sejati seringkali terjalin dalam kehidupan sehari-hari, dalam pekerjaan yang kita lakukan, dan dalam cara kita berinteraksi dengan sesama. Paulus tidak malu menggunakan keahliannya untuk hidup dan melayani. Ia menunjukkan bahwa orang percaya dapat menjadi garam dan terang di mana pun mereka berada, bahkan di lingkungan yang paling menantang sekalipun. Ia membuktikan bahwa iman yang kuat dapat berjalan seiring dengan kerja keras dan integritas dalam pekerjaan.
Di Korintus, dari latar belakang pekerjaan tukang kemah ini, Paulus kemudian mengajar di sinagoge setiap hari Sabat dan berusaha meyakinkan orang Yahudi dan Yunani. Ini adalah awal dari keberhasilan pelayanan Paulus di Korintus, yang menghasilkan jemaat yang kuat. Kisah rasul 18:3 menjadi pengingat berharga bahwa Tuhan seringkali menggunakan cara-cara sederhana dan praktis untuk mencapai tujuan-Nya yang besar melalui hamba-hamba-Nya.