"Lalu Agripa berkata kepada Paulus: "Hampir-hampir saja engkau dapat meyakinkan aku menjadi orang Kristen dengan pidatomu itu."
Kisah Para Rasul pasal 26 mencatat sebuah momen krusial dalam pelayanan Rasul Paulus. Setelah melalui berbagai penangkapan, pengadilan, dan perjalanan yang penuh tantangan, Paulus akhirnya berdiri di hadapan Raja Agripa II dan Bernice. Situasi ini memberikan Paulus kesempatan emas untuk bersaksi tentang imannya, bukan hanya sebagai seorang terdakwa, tetapi sebagai utusan Injil yang berapi-api.
Ayat pertama dalam pasal ini, "Lalu Agripa berkata kepada Paulus: 'Hampir-hampir saja engkau dapat meyakinkan aku menjadi orang Kristen dengan pidatomu itu'," bukanlah sebuah pengakuan iman langsung dari Agripa. Namun, pengakuan ini secara implisit menunjukkan betapa kuatnya argumen Paulus, betapa fasihnya ia menyampaikan kesaksiannya, dan betapa besar kuasa kebenaran yang ia sebarkan. Raja Agripa, yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang Yudaisme, ternyata terkesan oleh penjelasan Paulus mengenai ajaran Kristus dan kebangkitan-Nya.
Paulus, yang memiliki latar belakang sebagai seorang Farisi terpelajar, tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia memulai pidatonya dengan rendah hati, mengakui pengetahuannya tentang adat istiadat dan persoalan di kalangan orang Yahudi. Kemudian, ia dengan piawai menceritakan kembali pengalaman transformatifnya di jalan menuju Damsyik, di mana ia bertemu dengan Yesus yang bangkit. Pengalaman inilah yang menjadi titik balik dalam hidupnya, mengubahnya dari seorang penganiaya orang Kristen menjadi salah satu rasul terbesar dalam sejarah gereja.
Dalam kesaksiannya, Paulus menekankan bahwa panggilannya untuk menjadi rasul bukanlah berdasarkan keinginan pribadi, melainkan atas perintah langsung dari Kristus sendiri. Ia berbicara tentang penglihatannya tentang Yesus yang terang lebih benderang dari matahari, dan suara yang didengarnya. Paulus juga menguraikan misinya yang diberikan Tuhan, yaitu untuk membuka mata orang-orang agar berbalik dari kegelapan kepada terang, dan dari kuasa Iblis kepada Allah. Hal ini disampaikan dengan tujuan agar mereka menerima pengampunan dosa dan memperoleh bagian dalam warisan orang-orang yang dikuduskan oleh iman kepada Kristus.
Penting untuk dicatat bahwa Paulus tidak hanya menceritakan kisah pribadinya, tetapi juga mengaitkannya dengan nubuat-nubuat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Ia menegaskan bahwa apa yang ia wartakan sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan oleh para nabi. Ini menunjukkan bahwa Injil yang ia beritakan bukanlah ajaran baru yang tidak berdasar, melainkan penggenapan dari janji-janji Allah.
Ilustrasi: Momen kesaksian Paulus di hadapan Raja Agripa.
Meskipun Agripa terkesan, ia akhirnya menyatakan kepada Festus bahwa Paulus tidak bersalah dan dapat dibebaskan jika ia tidak naik banding kepada Kaisar. Namun, karena Paulus memang telah mengajukan banding, ia harus dibawa ke Roma. Perkataan Agripa, "Hampir-hampir saja engkau dapat meyakinkan aku menjadi orang Kristen," meskipun tidak berujung pada pertobatan seketika, menunjukkan dampak dari pemberitaan Injil yang otentik dan penuh kuasa.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi umat Kristiani. Paulus mengajarkan bahwa dalam setiap situasi, bahkan di hadapan penguasa atau dalam keadaan sulit, kita memiliki kesempatan untuk bersaksi tentang Kristus. Kesaksian yang efektif berakar pada kebenaran Firman Tuhan, pengalaman pribadi yang tulus dengan Kristus, dan didukung oleh hikmat serta keberanian yang berasal dari Roh Kudus. Kisah Rasul 26:1 mengingatkan kita akan pentingnya persiapan, kejelasan dalam penyampaian, dan keyakinan dalam mewartakan kabar baik keselamatan.