Ilustrasi cahaya yang menerangi jalan

Kisah Rasul 26:2 - Panggilan dalam Cahaya Terang

"Aku menganggap diriku beruntung, ya raja Agripa, bahwa pada hari ini aku dapat membela diri di depanmu, ini lebih-lebih karena engkau mahir dalam segala adat istiadat dan persoalan orang Yahudi. Oleh karena itu, aku minta padamu, sudilah engkau mendengarkan aku dengan sabar."

Kisah Rasul pasal 26 mencatat salah satu pembelaan diri Paulus yang paling berpengaruh di hadapan Raja Agripa II. Ayat kedua ini menjadi pembuka yang penuh hormat dan strategi. Paulus, yang berada dalam tahanan, menggunakan kesempatan ini bukan sekadar untuk membela diri dari tuduhan, melainkan untuk membagikan kesaksian hidupnya dan pesan Injil.

Penting untuk diperhatikan bagaimana Paulus memulai. Ia menyapa Raja Agripa dengan penuh rasa hormat, mengakui keahlian raja dalam hukum dan adat istiadat Yahudi. Sikap ini menunjukkan kebijaksanaan Paulus dalam berinteraksi dengan otoritas. Ia memahami bahwa untuk didengarkan, perlu ada pendekatan yang tepat, bukan hanya penekanan pada kebenaran, tetapi juga pada cara penyampaiannya.

Ayat ini juga mengungkapkan kerinduan Paulus agar didengarkan dengan sabar. Ini adalah permintaan yang signifikan, mengingat konteks di mana ia berada. Paulus tahu bahwa kisahnya mungkin akan sulit diterima, namun ia tetap berharap akan adanya penerimaan dan pemahaman. Ia tidak memaksa, tetapi mengajak untuk sebuah dialog yang penuh perhatian.

Pembelaan diri Paulus di pasal ini berlanjut dengan pengisahan transformasi hidupnya yang dramatis. Ia menceritakan pertemuannya dengan Yesus di jalan menuju Damaskus, sebuah peristiwa yang menggemparkan dan mengubah seluruh arah hidupnya. Cahaya terang yang menyilaukan, suara Yesus yang menegur, dan kebangkitannya sebagai seorang rasul adalah inti dari kesaksiannya. Peristiwa ini menjadi bukti nyata dari panggilan ilahi yang ia terima, sebuah panggilan yang ia anggap sebagai sebuah kehormatan besar dan tugas mulia.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa panggilan ilahi sering kali datang dalam momen-momen yang tak terduga, sering kali disertai dengan pengalaman supranatural seperti cahaya terang yang melambangkan kehadiran dan kuasa Tuhan. Bagi Paulus, momen itu bukan akhir, melainkan sebuah awal yang baru. Ia bangkit dari keadaannya yang sebelumnya sebagai penganiaya orang Kristen menjadi seorang pembawa kabar baik yang gigih.

Lebih dari sekadar pembelaan pribadi, kesaksian Paulus di hadapan Agripa adalah manifestasi dari komitmennya terhadap Injil. Ia siap menghadapi segala risiko demi memberitakan Kristus. Ia memahami bahwa panggilan yang diterimanya adalah untuk melayani semua bangsa, tanpa terkecuali. Pengalaman di jalan Damaskus bukan hanya mengubah pandangannya, tetapi juga hatinya, memberikannya keberanian dan keyakinan untuk menghadapi penolakan dan penganiayaan.

Kisah Rasul 26:2 dan kelanjutannya menjadi inspirasi bagi setiap orang percaya. Ini mengajarkan tentang pentingnya kerendahan hati, kebijaksanaan dalam berkomunikasi, dan keberanian dalam kesaksian. Panggilan ilahi, seperti yang dialami Paulus, sering kali menuntut keberanian untuk melangkah keluar dari zona nyaman dan menghadapi ketidakpastian, namun juga menjanjikan sebuah makna dan tujuan hidup yang mendalam.