Ayat Yeremia 23:35, yang berbunyi "Demikianlah kamu akan berkata seorang kepada yang lain: 'Apa yang dijawab TUHAN?' atau 'Apa yang difirmankan TUHAN?'", memberikan penekanan kuat pada pentingnya mendengarkan dan merespons firman Tuhan. Dalam konteks Kitab Yeremia, nabi ini diutus oleh Tuhan untuk menyampaikan pesan kepada umat-Nya yang sering kali jatuh dalam penyembahan berhala dan ketidaksetiaan. Pesan ini seringkali berisi peringatan tentang penghakiman, tetapi juga harapan akan pemulihan di masa depan.
Tuhan sendiri yang memberikan instruksi melalui Yeremia, bahwa umat-Nya harus bertanya satu sama lain mengenai apa yang telah Tuhan jawab atau firman-Nya. Ini menunjukkan sebuah dialog, sebuah keterlibatan aktif dalam memahami kehendak Ilahi. Bukan hanya mendengarkan pasif, tetapi sebuah upaya untuk mengerti dan menghayati apa yang Allah sampaikan. Pertanyaan ini menjadi semacam ujian terhadap ketulusan hati; apakah mereka benar-benar merindukan kebenaran Tuhan, atau hanya mengucapkan kata-kata kosong.
Di tengah berbagai suara dan ajaran yang menyesatkan, termasuk nabi-nabi palsu yang sering muncul di zaman Yeremia, penting untuk kembali kepada sumber kebenaran yang otentik, yaitu firman Tuhan. Ayat ini menjadi pengingat bahwa hanya firman Tuhan yang memiliki otoritas tertinggi dan mampu memberikan jawaban yang sejati atas pertanyaan-pertanyaan terdalam dalam kehidupan. Saat kita bergumul dengan keraguan, keputusan sulit, atau bahkan kekacauan dalam dunia, kembali bertanya "Apa yang difirmankan TUHAN?" adalah langkah yang bijak.
Firman Tuhan, sebagaimana diungkapkan dalam Kitab Suci, adalah sumber penghiburan, bimbingan, dan kekuatan. Yeremia 23:35 mendorong kita untuk tidak hanya membaca Alkitab, tetapi juga untuk merefleksikannya, mendiskusikannya, dan menjadikannya panduan dalam setiap aspek kehidupan kita. Ini adalah ajakan untuk membangun komunitas iman yang saling mengingatkan untuk terus mencari dan taat kepada kehendak Tuhan.
Dalam kehidupan sehari-hari, menghadapi berbagai tantangan, godaan, dan pertanyaan eksistensial, kita dipanggil untuk membedakan mana suara Tuhan dan mana suara dunia. Dengan terus-menerus merujuk pada firman-Nya, kita dapat memperoleh pemahaman yang jelas dan terarah. Pertanyaan "Apa yang dijawab TUHAN?" atau "Apa yang difirmankan TUHAN?" seharusnya menjadi pertanyaan yang terucap dalam hati dan diucapkan dalam percakapan kita dengan sesama orang percaya. Hal ini akan menjaga kita tetap berada di jalan kebenaran dan menjauhkan kita dari kesesatan.
Menerima dan merespons firman Tuhan dengan sungguh-sungguh adalah tanda kedewasaan rohani. Ini bukan hanya soal pengetahuan, tetapi tentang transformasi hidup. Yeremia 23:35 mengingatkan kita bahwa kebenaran Ilahi adalah sesuatu yang hidup dan relevan, yang terus berbicara kepada kita, asalkan kita bersedia mendengarkan dan bertindak sesuai dengan-Nya. Mari kita jadikan pertanyaan ini sebagai kompas rohani kita, yang selalu mengarahkan kita kepada Sumber segala kebenaran dan hikmat.