Kisah yang tercatat dalam Kisah Para Rasul pasal 6, ayat 11, membuka tabir tentang salah satu tantangan besar yang dihadapi para pengikut awal Yesus. Ayat ini menggambarkan bagaimana para rasul, khususnya Stefanus yang dikenal karena imannya yang teguh dan penuh hikmat, menghadapi tuduhan palsu yang dilancarkan oleh pihak-pihak yang tidak menyukai ajaran baru yang mereka sebarkan. Dalam konteks sejarah, gerakan Kristen awal sering kali dipandang sebagai ancaman terhadap tatanan agama dan sosial yang sudah ada. Para pemimpin agama Yahudi pada masa itu merasa terancam oleh pengaruh yang semakin luas dari pengajaran tentang Yesus sebagai Mesias.
Ayat 11 ini secara spesifik menyebutkan bahwa orang-orang tertentu "membangkkitkan orang-orang untuk mengatakan" tuduhan tersebut. Ini menyiratkan adanya perencanaan dan upaya sistematis untuk mendiskreditkan para rasul. Tuduhan "hujat terhadap Musa dan terhadap Allah" adalah serangan yang sangat serius dalam pemahaman Yahudi. Musa adalah nabi yang paling dihormati, penerima Taurat dari Allah, dan landasan hukum serta spiritualitas bangsa Israel. Menghujat Musa sama saja dengan menghujat hukum Allah itu sendiri. Oleh karena itu, tuduhan seperti ini dirancang untuk membangkitkan kemarahan dan kebencian masyarakat luas, serta memberikan alasan yang kuat bagi otoritas untuk menindak para rasul.
Namun, di balik tuduhan tersebut, tersirat bahwa para rasul, termasuk Stefanus, justru mengajarkan kebenaran yang didasarkan pada Injil Kristus. Stefanus, seperti yang dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya, dipenuhi dengan kasih karunia dan kuasa, dan ia melakukan mujizat-mujizat besar di antara orang banyak. Pengajarannya tidaklah menghujat, melainkan membawa pemahaman yang lebih dalam tentang Allah dan rencana keselamatan-Nya melalui Yesus Kristus. Kemungkinan besar, tuduhan palsu ini muncul karena pengajaran mereka mulai menantang interpretasi tradisi yang kaku dan membuka pandangan baru tentang hubungan manusia dengan Allah, yang berpusat pada penebusan melalui Kristus.
Peristiwa ini menunjukkan betapa seringnya kebenaran menghadapi penolakan dan permusuhan. Pihak-pihak yang merasa kekuasaannya terancam sering kali menggunakan taktik fitnah dan provokasi untuk menjatuhkan lawan. Kisah Stefanus, yang pada akhirnya berujung pada syahidnya, menjadi contoh monumental tentang keteguhan iman di hadapan penganiayaan. Tuduhan palsu ini bukan hanya upaya untuk membungkam ajaran, tetapi juga untuk memutus akar gerakan baru yang berpotensi mengubah dunia.
Meskipun menghadapi tuduhan yang berat, para rasul tetap teguh dalam kesaksian mereka. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga integritas, bahkan ketika difitnah. Kesaksian yang benar, meskipun awalnya ditolak atau disalahpahami, pada akhirnya akan terungkap dan bersinar. Kisah Para Rasul 6:11 adalah pengingat bahwa jalan kebenaran seringkali tidak mudah, namun imbalannya adalah kemenangan iman dan kebenaran yang abadi.