Kisah Rasul 6:12 - Ketegangan yang Memuncak di Yerusalem

"Dan mereka menghasut rakyat, dan para tua-tua, serta para ahli Taurat; lalu mereka menyerang dia, menangkapnya dan membawanya ke Mahkamah Agama." (Kisah Para Rasul 6:12)

Ayat ini menandai salah satu titik krusial dalam perkembangan awal gereja mula-mula. Setelah meningkatnya jumlah pengikut Yesus, para rasul menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal. Dalam Kisah Para Rasul pasal 6, kita melihat bagaimana jemaat tumbuh pesat, namun bersamaan dengan itu, muncul pula ketegangan. Salah satu isu yang paling menonjol adalah perpecahan antara jemaat berbahasa Yunani dan berbahasa Ibrani mengenai distribusi bantuan harian. Untuk mengatasi masalah ini, para rasul menetapkan tujuh diaken yang dipenuhi Roh Kudus untuk mengurus kebutuhan materiil jemaat, sehingga para rasul dapat fokus pada doa dan pelayanan firman.

Namun, kesuksesan pelayanan Stefanus, salah satu dari tujuh diaken tersebut, mulai menarik perhatian yang tidak diinginkan. Stefanus adalah seorang yang penuh iman dan kuasa, dan ia melakukan banyak mukjizat serta tanda yang luar biasa di antara orang banyak. Pengajaran dan kesaksiannya tentang Yesus sangat kuat, bahkan ia berani berdebat dengan orang-orang dari berbagai sinagoge. Ketangguhan dan keberanian Stefanus, ditambah dengan pengaruhnya yang semakin besar, tentu saja menimbulkan kecemburuan dan permusuhan di kalangan pemimpin agama Yahudi yang konservatif. Mereka merasa terancam oleh ajaran baru yang dibawa oleh Stefanus dan para pengikutnya, yang dianggap menyimpang dari tradisi dan hukum Musa.

Hasutan dan Konspirasi

Kisah Para Rasul 6:11-12 secara gamblang menggambarkan bagaimana pihak lawan bereaksi terhadap pengaruh Stefanus. Mereka tidak lagi bisa membantah hikmat dan Roh yang ada pada Stefanus. Oleh karena itu, mereka beralih ke cara-cara yang lebih licik: menghasut. Kata "menghasut" dalam bahasa Yunani merujuk pada upaya untuk menanamkan ide-ide negatif, memprovokasi, atau bahkan memfitnah. Taktik ini sering digunakan ketika argumen logis tidak lagi mempan.

Target hasutan mereka adalah tiga kelompok utama: rakyat umum, para tua-tua (anggota Sanhedrin yang berpengaruh), dan para ahli Taurat. Dengan membangkitkan sentimen negatif di kalangan massa, mereka menciptakan suasana yang kondusif untuk bertindak. Para tua-tua dan ahli Taurat, yang sudah memiliki kebencian yang mendalam terhadap gerakan Kristen, menjadi lebih mudah diprovokasi. Mereka melihat Stefanus bukan hanya sebagai penantang ajaran mereka, tetapi juga sebagai ancaman terhadap otoritas keagamaan dan tatanan sosial Yahudi.

Hasil dari hasutan ini adalah sebuah konspirasi. Pihak lawan berhasil menggalang dukungan yang cukup kuat untuk melakukan tindakan drastis. Mereka menyerang Stefanus, bukan dengan argumen, melainkan dengan kekuatan fisik. Penangkapan ini tampaknya dilakukan secara tidak sah, di luar prosedur hukum yang seharusnya. Stefanus kemudian dibawa ke Mahkamah Agama (Sanhedrin), badan pengadilan tertinggi Yahudi pada masa itu, untuk diadili. Ini adalah sebuah ironi, di mana para penegak hukum dan tradisi justru menggunakan cara-cara yang melanggar hukum untuk membungkam kebenaran.

Kisah Stefanus di Mahkamah Agama, yang diceritakan di pasal-pasal selanjutnya, merupakan kesaksian yang luar biasa tentang imannya yang teguh di hadapan penganiayaan. Ayat 6:12 ini menjadi gerbang pembuka menuju pengadilan yang tidak adil, namun juga menjadi panggung bagi pengorbanan martir Kristen yang pertama, yang dengan berani menyaksikan Kristus hingga akhir hayatnya. Ketegangan yang digambarkan dalam ayat ini menunjukkan perjuangan nyata yang dihadapi oleh gereja perdana dalam menyebarkan Injil di tengah penolakan dan permusuhan.