Ayat Kisah Para Rasul 7:21 membuka sebuah jendela penting ke dalam kehidupan Musa, sosok sentral dalam sejarah bangsa Israel. Ayat ini, yang dikutip oleh Stefanus dalam pidatonya yang penuh semangat di hadapan Mahkamah Agama Yahudi, menyoroti fakta luar biasa bahwa Musa, seorang anak Ibrani yang seharusnya ditindas, justru dibesarkan dalam kemewahan istana Firaun. Ini adalah salah satu titik balik paling dramatis dalam narasi Alkitab, yang menunjukkan bagaimana rencana ilahi dapat bekerja melalui cara-cara yang paling tidak terduga.
Kehidupan Awal Musa yang Penuh Bahaya
Sebelum ayat ini, kisah Musa dimulai dengan dekrit kejam Firaun yang memerintahkan agar setiap bayi laki-laki Ibrani dibunuh saat lahir, demi mengendalikan populasi mereka yang terus bertambah. Di tengah kegelapan dan ketakutan ini, lahir seorang anak laki-laki luar biasa. Ibunya, Yokhebed, melakukan tindakan keberanian yang luar biasa dengan menyembunyikan Musa selama tiga bulan. Ketika ia tidak bisa lagi menyembunyikannya, ia membuat keranjang dari tumbuhan papirus, melapisi dengan ter dan aspal, dan meletakkannya di antara rumput-rumput di tepi Sungai Nil. Ia menitipkan nasib anaknya pada tangan Tuhan, sambil menempatkan kakaknya, Miryam, untuk mengintai dari kejauhan.
Penemuan yang Mengubah Sejarah
Takdir kemudian mempertemukan Musa dengan putri Firaun yang datang ke Sungai Nil untuk mandi. Ia melihat keranjang itu, dan merasakan belas kasihan terhadap bayi di dalamnya. Dalam sebuah ironi sejarah yang luar biasa, dialah yang menyelamatkan nyawa Musa. Lebih lanjut, dengan kecerdasan yang mungkin timbul dari naluri atau bahkan pengaruh ilahi, Miryam tampil dan menawarkan seorang wanita Ibrani untuk menyusui bayi itu. Ternyata, wanita itu adalah ibu kandung Musa sendiri. Dengan demikian, Musa tidak hanya diselamatkan dari kematian, tetapi juga tumbuh dalam lingkungan keluarga yang melindunginya, sementara secara diam-diam ia juga terhubung dengan warisan dan identitas bangsanya.
Musa di Istana Firaun
Ketika Musa cukup besar, ia dibawa ke hadapan putri Firaun, dan ia dijadikan anak. Ini berarti Musa kini tinggal di lingkungan kerajaan Mesir, mendapatkan pendidikan terbaik yang bisa ditawarkan oleh peradaban paling maju pada masa itu. Ia diajari ilmu pengetahuan, seni, filsafat, dan kemungkinan besar juga strategi militer. Ia akan dilatih untuk menjadi seorang pemimpin, dibesarkan di pusat kekuasaan yang justru ingin memusnahkan bangsanya. Keberadaan Musa di istana Firaun adalah sebuah anugerah sekaligus tugas yang sangat berat. Ia berada di tempat di mana ia memiliki akses ke kekuasaan dan pengetahuan, tetapi di saat yang sama, ia terus hidup di antara dua dunia: dunia kemegahan Mesir dan kenyataan pahit penindasan bangsanya.
Implikasi Ilahi
Ayat Kisah Para Rasul 7:21 bukan hanya sekadar catatan sejarah, tetapi juga penegasan akan campur tangan ilahi dalam kisah manusia. Allah Israel bekerja di balik layar, mengamankan keselamatan Musa dan menempatkannya pada posisi strategis. Dibesarkan di istana berarti Musa kelak akan memiliki pemahaman mendalam tentang struktur kekuasaan Mesir, serta kemampuan komunikasi dan kepemimpinan yang mumpuni. Ia tidak akan menjadi orang asing dalam dunia Firaun ketika ia akhirnya datang untuk menuntut pembebasan bangsanya. Kisah ini mengajarkan bahwa bahkan dalam situasi yang paling sulit dan tampaknya tanpa harapan, Tuhan dapat membalikkan keadaan dan menggunakan orang-orang yang tampaknya tidak mungkin untuk mencapai tujuan-Nya yang lebih besar. Pengalaman Musa di istana menjadi fondasi penting bagi perannya sebagai nabi dan pembebas bangsa Israel dari perbudakan.