Kisah yang tercatat dalam Matius 8:33 membawa kita pada sebuah titik krusial dalam narasi Injil, meskipun ayat ini sendiri merupakan bagian dari adegan setelah Yesus mengusir setan dari dua orang di daerah Gerasa. Ayat ini lebih spesifik merujuk pada reaksi penduduk Gerasa setelah menyaksikan mukjizat tersebut. Ketika mereka melihat akibatnya—domba-domba mereka yang tadinya dirasuki setan menjadi tenang dan kembali normal—reaksi mereka bukanlah keheranan atau pertobatan, melainkan kekhawatiran dan ketakutan.
Dalam Matius 8:34, tertulis bahwa seluruh kota Gerasa keluar untuk menemui Yesus. Mereka memohon kepada-Nya agar pergi dari daerah mereka. Mengapa mereka bertindak demikian? Penyebabnya adalah rasa takut yang melanda mereka. Kehilangan domba-domba mereka, yang kemungkinan besar merupakan sumber mata pencaharian utama, ditambah dengan menyaksikan kekuatan supernatural yang begitu besar, menciptakan ketakutan yang mendalam. Mereka melihat Yesus sebagai ancaman terhadap stabilitas dan keamanan mereka, bukan sebagai Sang Juru Selamat.
Ayat Matius 8:33, yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari kejadian setelah mukjizat, mencatat bahwa domba-domba yang sebelumnya dirasuki setan itu akhirnya "digiring ke kota" dan kemudian "dijual kepada mereka". Ini bisa diartikan sebagai upaya penduduk Gerasa untuk kembali ke kehidupan normal mereka, memulihkan kerugian yang mereka alami, meskipun dengan cara yang mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan pemahaman spiritual. Namun, fokus utama dari narasi ini adalah penolakan mereka terhadap kehadiran Yesus.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang iman dan penerimaan. Alih-alih merangkul kehadiran Ilahi yang membawa pemulihan, penduduk Gerasa memilih untuk mengusir-Nya demi kenyamanan duniawi mereka. Ini menunjukkan bagaimana ketakutan dan keterikatan pada materi dapat membutakan hati manusia dari kebenaran dan anugerah. Meskipun Yesus telah menunjukkan kuasa-Nya yang luar biasa, penduduk Gerasa lebih memilih untuk mengorbankan pemulihan spiritual demi menjaga aset materi mereka. Mereka takut akan perubahan yang dibawa oleh Yesus, perubahan yang dapat membawa berkat rohani yang jauh lebih besar daripada kerugian materi apa pun.
Kisah Matius 8:33-34 mengingatkan kita untuk senantiasa memeriksa motivasi hati kita. Apakah kita lebih mengutamakan kenyamanan duniawi daripada kedamaian rohani? Apakah kita takut akan perubahan yang dibawa oleh firman Tuhan, atau justru merindukannya? Yesus hadir untuk membawa kebebasan dan pemulihan sejati, namun kehadiran-Nya seringkali menuntut kita untuk melepaskan keterikatan yang tidak sehat. Penolakan penduduk Gerasa menjadi bukti bahwa tidak semua orang siap menerima kebenaran, terutama ketika kebenaran itu menantang status quo dan membutuhkan pengorbanan.
Inti dari kisah ini adalah bahwa iman yang sejati tidak hanya bergantung pada menyaksikan mukjizat, tetapi juga pada kerelaan untuk membuka hati dan pikiran terhadap kehendak Tuhan, bahkan ketika itu berarti meninggalkan zona nyaman kita. Kita diundang untuk belajar dari kesalahan penduduk Gerasa dan memilih untuk menyambut Yesus, sumber segala kedamaian dan pemulihan.