"Mengapa orang fasik menghina Allah? Mengapa ia berkata dalam hatinya: 'Allah tidak akan meminta pertanggungan jawab'?"
Simbol doa dan kekuatan yang melihat ke atas
Mazmur 10:13 adalah sebuah seruan yang menggugah hati, sebuah pertanyaan yang sangat relevan bagi siapa pun yang pernah bergulat dengan ketidakadilan di dunia. Ayat ini menyoroti sebuah fenomena yang seringkali membingungkan: mengapa orang-orang yang melakukan kejahatan, yang jelas-jelas bertentangan dengan kehendak ilahi, seringkali merasa tidak terganggu dan bahkan meremehkan keberadaan Allah. Pertanyaan "Mengapa orang fasik menghina Allah?" dan "Mengapa ia berkata dalam hatinya: 'Allah tidak akan meminta pertanggungan jawab'?" bukan sekadar retoris, melainkan sebuah pengakuan mendalam atas pergolakan iman.
Dalam pengalaman hidup, kita kerap menyaksikan bagaimana orang-orang yang bertindak licik, menipu, dan menyakiti sesama, seolah-olah berjalan mulus tanpa konsekuensi. Mereka mungkin meraih kekayaan materi, memiliki kekuasaan, dan menikmati hasil dari perbuatan jahat mereka. Keadaan ini bisa sangat menggoyahkan iman orang percaya. Ketika kejahatan tampak berkuasa dan kebenaran seolah tersingkir, muncul godaan untuk berpikir, "Apakah Allah benar-benar melihat? Apakah Dia peduli? Apakah Dia akan bertindak?"
Ayat ini mengingatkan kita bahwa pandangan orang fasik terhadap Allah sangatlah terdistorsi. Mereka hidup dalam ilusi bahwa tindakan mereka tidak akan pernah diperhitungkan. Anggapan ini lahir dari kesombongan dan pengabaian total terhadap kebenaran ilahi. Bagi mereka, hukum moral dan pertanggungjawaban spiritual adalah konsep yang tidak relevan. Seolah-olah mereka telah membangun benteng di sekitar hati mereka, menolak mengakui otoritas dan keadilan Allah.
Namun, Mazmur ini tidak berhenti pada pengamatan. Di balik pertanyaan retoris ini, tersirat sebuah keyakinan yang teguh bahwa pandangan orang fasik itu salah. Sang pemazmur, meskipun mungkin sedang menghadapi penderitaan atau menyaksikan ketidakadilan, tetap memegang teguh imannya. Dia tahu bahwa Allah itu adil, melihat segalanya, dan pada akhirnya akan meminta pertanggungan jawab. Pengalaman menghadapi kesulitan seringkali justru memperdalam pemahaman kita tentang sifat Allah yang Maha Melihat dan Maha Adil.
Mazmur 10:13 menjadi pengingat bagi kita untuk tidak menyerah pada keputusasaan ketika melihat kejahatan merajalela. Sebaliknya, ayat ini mendorong kita untuk menguatkan iman, mengingat bahwa Allah tidak pernah lalai. Keyakinan bahwa "Allah tidak akan meminta pertanggungan jawab" adalah ilusi yang akan dihancurkan oleh kebenaran ilahi. Doa menjadi sarana penting untuk mengingatkan diri kita tentang kebenaran ini dan untuk mencari kekuatan dalam menghadapi kenyataan yang terkadang menyakitkan. Dalam segala situasi, mari kita terus percaya pada keadilan dan kedaulatan Allah yang kekal.