Ayat Yehezkiel 2:4 membawa pesan yang kuat tentang kejelasan dan keteguhan dalam penyampaian firman Tuhan. Perikop ini menggambarkan momen krusial ketika Tuhan mengutus Nabi Yehezkiel kepada kaum Israel yang memberontak. Kata-kata ini bukanlah sekadar instruksi, melainkan sebuah penegasan misi yang tidak boleh goyah, terlepas dari respons audiensnya.
Tuhan berfirman kepada Yehezkiel, "Baik mereka mendengar atau mereka tidak mendengar...". Frasa ini menekankan bahwa efektivitas pesan ilahi tidak semata-mata diukur dari penerimaan manusiawi. Ada kalanya umat yang diajak bicara keras kepala, hati mereka tertutup, dan telinga mereka enggan mendengar kebenaran. Namun, tugas nabi bukanlah untuk memastikan penerimaan, melainkan untuk menyampaikan pesan itu dengan setia.
Dalam konteks Israel pada masa itu, mereka sedang menghadapi hukuman ilahi karena ketidaktaatan mereka. Yehezkiel ditugaskan untuk menjadi "suara" Tuhan yang mengingatkan, menghakimi, dan pada akhirnya menawarkan harapan bagi yang mau bertobat. Sikap keras kepala mereka bukanlah alasan bagi Yehezkiel untuk menyembunyikan kebenaran atau melembutkan pesan yang diamanatkan.
Pesan "mereka harus tahu, bahwa seorang nabi ada di tengah-tengah mereka" adalah inti dari penugasan tersebut. Kehadiran seorang nabi, yang berbicara atas nama Tuhan, adalah sebuah tanda yang tidak bisa diabaikan. Sekalipun mereka menolak mendengarkan, mereka tidak bisa menyangkal fakta bahwa Tuhan telah mengutus utusan-Nya. Ini adalah sebuah bentuk peringatan terakhir, kesempatan untuk menyadari posisi mereka di hadapan Tuhan.
Yehezkiel 2:4 mengingatkan kita akan pentingnya integritas dalam menyampaikan kebenaran. Dalam kehidupan modern, kita juga mungkin menghadapi situasi di mana pesan yang kita sampaikan tidak diterima dengan baik. Mungkin dalam keluarga, lingkungan kerja, atau persekutuan. Namun, Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tetap teguh, menyampaikan apa yang dipercayakan kepada kita dengan jelas dan penuh kasih, tanpa terlalu khawatir tentang hasil langsungnya. Fokus utama kita adalah kesetiaan pada sumber pesan.
Ini juga menggarisbawahi bahwa Tuhan peduli terhadap umat-Nya. Pengutusan nabi, bahkan kepada mereka yang keras kepala, menunjukkan belas kasihan Tuhan yang berusaha menjangkau mereka. Yehezkiel, sebagai perantara, menjadi perwujudan dari perhatian ilahi ini. Tugasnya adalah untuk menjadi saksi yang tak terbantahkan dari campur tangan Tuhan dalam sejarah umat-Nya.
Pada akhirnya, ayat ini menguatkan bahwa tanggung jawab kita adalah untuk menyampaikan. Hasilnya adalah hak prerogatif Tuhan. Yehezkiel harus berbicara, dan Israel harus mendengar, entah itu sebagai penerimaan yang tulus atau sebagai pengakuan akan peringatan yang telah diberikan. Pesan ini relevan hingga kini, memotivasi kita untuk menjadi penyampai kebenaran yang berani dan setia, di mana pun Tuhan menempatkan kita.