Mazmur 73:4 menyajikan sebuah potret yang seringkali membingungkan bagi banyak orang yang mencoba memahami keadilan ilahi. Ayat ini menggambarkan keadaan orang-orang fasik yang tampak menikmati kenyamanan fisik dan kedamaian hingga akhir hayat mereka. Frasa "tidak merasai kesakitan sampai ajal mereka" dan deskripsi "badan mereka sehat dan gemuk" melukiskan gambaran kehidupan yang tampaknya bebas dari penderitaan, kemiskinan, atau kelemahan yang seringkali diasosiasikan dengan orang-orang yang menjauh dari Tuhan.
Pandangan ini dapat menimbulkan kecemburuan dan pertanyaan dalam hati umat percaya. Mengapa orang-orang yang hidup tanpa peduli pada hukum Tuhan justru terlihat begitu makmur dan sejahtera? Bukankah seharusnya kebaikan dibalas dengan kebaikan, dan kejahatan dihukum? Pemazmur, Asaf, sendiri bergumul dengan pertanyaan ini di awal Mazmur 73, sebagaimana tertulis dalam ayat-ayat sebelumnya. Ia melihat kesuksesan orang fasik dan merasa hampir goyah imannya karena melihat mereka tidak mengalami penderitaan yang seolah pantas mereka terima.
Namun, penting untuk memahami bahwa perspektif yang disajikan dalam Mazmur 73:4 adalah pandangan sementara dan dangkal. Ayat ini fokus pada kondisi fisik dan keduniawian, bukan pada keadaan rohani atau kebahagiaan sejati di mata Tuhan. Keadaan "sehat dan gemuk" yang dimiliki orang fasik mungkin hanya bersifat lahiriah, menutupi kekosongan batin, kegelisahan jiwa, atau ketidakpastian akan masa depan yang abadi. Mereka mungkin menikmati kenyamanan sesaat, namun kebahagiaan yang sejati, yang berasal dari hubungan yang benar dengan Tuhan, tetaplah terlewatkan oleh mereka.
Inti dari Mazmur 73 adalah pergeseran perspektif pemazmur. Setelah terus merenung di tempat kudus Tuhan, ia akhirnya memahami kesudahan orang fasik. Kesuksesan mereka ternyata bersifat sementara dan penuh dengan jebakan. Ayat-ayat selanjutnya dalam mazmur ini dengan jelas menyatakan bahwa kesudahan mereka adalah kehancuran, kebinasaan, dan jurang kegelapan. Ketenangan yang mereka nikmati hanyalah ilusi, sebuah jeda sebelum murka Tuhan dinyatakan. Sebaliknya, orang-orang yang setia kepada Tuhan, meskipun mungkin mengalami kesulitan sementara, akan pada akhirnya dipegang oleh tangan kanan Tuhan dan dibimbing-Nya menuju kemuliaan.
Oleh karena itu, Mazmur 73:4 bukanlah dalih untuk iri hati atau keputusasaan. Sebaliknya, ayat ini berfungsi sebagai pengingat bahwa kemakmuran duniawi bukanlah ukuran kebenaran atau berkat Tuhan. Fokus kita seharusnya tetap pada pertumbuhan rohani, integritas moral, dan hubungan yang mendalam dengan Sang Pencipta. Kebahagiaan sejati tidak terletak pada kesehatan fisik semata atau kekayaan materi, melainkan pada kedamaian yang hanya dapat ditemukan dalam pelukan kasih dan keadilan Tuhan, terlepas dari keadaan duniawi yang sementara.
Pergumulan pemazmur mengingatkan kita bahwa penglihatan manusia seringkali terbatas. Yang tampak baik di mata dunia, belum tentu sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan. Kepercayaan pada keadilan ilahi, bahkan ketika menghadapi kontradiksi yang membingungkan, adalah fondasi iman yang kokoh.