Mazmur 74:21 adalah sebuah doa yang menggemakan keputusasaan namun juga berisi secercah harapan yang teguh. Dalam suasana kesesakan dan penindasan, sang pemazmur berseru kepada Tuhan, memohon agar mereka yang sedang mengalami penderitaan tidak dipermalukan. Ini adalah pengakuan yang jujur akan kerapuhan manusia di hadapan tekanan hidup, namun juga merupakan sebuah pengakuan iman bahwa Tuhan adalah sumber kekuatan dan pengharapan.
Ayat ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap kesulitan, identitas kita sebagai umat Tuhan tidak boleh hilang. Perasaan malu atau putus asa yang datang bersama penderitaan bisa menggerogoti iman, membuat kita meragukan kebaikan Tuhan atau bahkan keberadaan-Nya. Namun, pemazmur berani memohon agar "orang yang tertindas dan yang miskin memuji nama-Mu." Permohonan ini bukan sekadar keinginan agar penderitaan segera berakhir, tetapi lebih dalam lagi, adalah sebuah hasrat agar di tengah kesulitan itu pun, nama Tuhan tetap diagungkan.
Ini mengajarkan kepada kita sebuah prinsip penting: bahwa pujian kepada Tuhan bukanlah sesuatu yang hanya pantas diucapkan saat segala sesuatu berjalan lancar. Sebaliknya, justru di saat-saat paling sulitlah, iman yang sejati diuji dan diperlihatkan. Ketika kita mampu terus memuji Tuhan meskipun sedang tertekan, meskipun sedang miskin, atau bahkan meskipun dunia tampak menentang kita, saat itulah kita menunjukkan bahwa pengharapan kita berakar pada sesuatu yang lebih dalam daripada keadaan fisik atau emosional kita.
Gambaran dalam ayat ini adalah gambaran tentang individu yang lemah, yang rentan terhadap penganiayaan dan penindasan. Namun, dalam kelemahan itu, mereka diminta untuk tidak menyerah pada keputusasaan. Sebaliknya, mereka diarahkan untuk mengangkat pandangan mereka kepada Tuhan dan terus menerus memuji nama-Nya. Ini adalah ajakan untuk mengalihkan fokus dari masalah kepada Sang Pembuat masalah, dari kegelapan kepada Sang Terang.
Dalam konteks modern, Mazmur 74:21 tetap relevan. Kita semua akan menghadapi tantangan, kesulitan, dan bahkan penindasan dalam berbagai bentuk. Entah itu masalah keuangan, kesehatan, hubungan, atau perjuangan spiritual, ada kalanya kita merasa tertindas dan kecil. Di saat-saat seperti itulah, kita diingatkan untuk tidak membiarkan rasa malu atau keputusasaan menguasai kita. Sebaliknya, kita dipanggil untuk mencari kekuatan dalam Tuhan dan terus menerus memuji nama-Nya. Pujian di tengah badai bukanlah tanda kebodohan, melainkan tanda iman yang kokoh, yang percaya bahwa Tuhan berkuasa atas segala keadaan, dan bahwa Ia memiliki rencana terbaik bagi kita, bahkan di tengah penderitaan.
Memuji nama Tuhan di tengah kesulitan adalah tindakan iman yang proaktif. Ini adalah pernyataan bahwa kita tidak membiarkan situasi mendefinisikan siapa kita atau menentukan pengharapan kita. Sebaliknya, kita memilih untuk mengaitkan identitas dan pengharapan kita pada pribadi Tuhan yang kekal dan setia. Semoga kita senantiasa menemukan kekuatan untuk memuji nama-Nya, dalam segala keadaan.