Mazmur 78:22 - Kemarahan Tuhan dan Ketidakpercayaan Israel

"Karena ketidakpercayaan mereka kepada Allah, dan karena mereka tidak percaya akan penyelamatan yang dikerjakan-Nya."

"Ketidakpercayaan mendukakan Hati-Nya"
Simbol kemarahan yang tertahan namun ada peringatan.

Ayat Mazmur 78:22 ini merupakan pengingat kuat tentang konsekuensi dari ketidakpercayaan umat manusia, khususnya bangsa Israel, terhadap Allah. Pemazmur, yang kemungkinan besar adalah Asaf, sedang menceritakan kembali sejarah panjang hubungan Allah dengan umat-Nya, menyoroti pola berulang dari kesetiaan Allah dan kegagalan manusia untuk percaya. Ayat ini secara spesifik menunjukkan akar dari kemarahan ilahi yang ditujukan kepada bangsa Israel. Kemarahan tersebut bukanlah sesuatu yang muncul tanpa alasan, melainkan merupakan respons terhadap penolakan mereka terhadap kebaikan dan kuasa Allah yang telah berulang kali ditunjukkan.

"Ketidakpercayaan" yang dimaksud di sini lebih dari sekadar keraguan sesaat. Ini mencakup penolakan untuk berserah, keraguan terhadap janji-janji Allah, dan ketidakmauan untuk bergantung pada-Nya dalam menghadapi kesulitan. Ketika Allah telah berjuang untuk mereka, memberikan pertolongan yang luar biasa, dan menawarkan jalan keselamatan, bangsa Israel malah memilih untuk meragukan kebaikan dan kemampuan-Nya. Perilaku ini, menurut Mazmur 78:22, adalah penyebab utama mengapa Allah menjadi murka. Kemarahan Tuhan adalah manifestasi dari kesucian-Nya yang tidak dapat menoleransi pemberontakan dan ketidakpercayaan yang terus-menerus.

Lebih jauh lagi, ayat ini menekankan bahwa ketidakpercayaan tersebut tidak hanya berdampak pada hubungan individu dengan Allah, tetapi juga pada nasib kolektif sebuah bangsa. "Penghampiran-Nya yang penyelamatan yang dikerjakan-Nya" merujuk pada berbagai mukjizat, pembebasan dari perbudakan, dan penyediaan sumber daya yang Allah berikan kepada Israel sejak keluar dari Mesir. Namun, setiap kali mereka menghadapi tantangan baru, ingatan akan pertolongan masa lalu seolah memudar, digantikan oleh keraguan dan ketakutan. Hal ini menyebabkan mereka tidak memanfaatkan sepenuhnya berkat dan perlindungan yang sesungguhnya telah Allah janjikan. Ketidakpercayaan ini adalah kunci yang menutup pintu berkat dan membuka pintu hukuman serta disiplin ilahi.

Dalam konteks yang lebih luas dari Mazmur 78, ayat ini berfungsi sebagai peringatan bagi generasi masa kini. Kisah masa lalu bukan hanya catatan sejarah, tetapi pelajaran hidup yang relevan. Pemazmur mengajak kita untuk merefleksikan sikap hati kita terhadap Allah. Apakah kita benar-benar percaya kepada-Nya dalam segala keadaan? Apakah kita mengakui dan menghargai karya-karya penyelamatan-Nya dalam hidup kita, baik yang besar maupun yang kecil? Ketidakpercayaan, sebagaimana yang ditunjukkan dalam Mazmur 78:22, adalah musuh yang harus diperangi dalam iman Kristen. Memahami kedalaman kemarahan Allah terhadap ketidakpercayaan dapat memotivasi kita untuk memupuk iman yang teguh dan bergantung sepenuhnya pada janji-Nya.

Menyadari bahwa ketidakpercayaan dapat menyakiti hati Allah, mendorong kita untuk mencari cara agar hati kita senantiasa terpaut kepada-Nya. Ini berarti belajar dari sejarah umat pilihan-Nya, mengingat kebaikan-Nya yang tidak pernah habis, dan secara aktif memutuskan untuk menaruh keyakinan pada rencana-Nya yang sempurna. Mazmur 78:22 adalah panggilan untuk meninggalkan jalan keraguan dan merangkul jalan iman, sebuah perjalanan yang penuh dengan berkat dan hadirat Allah.