Berapa lama lagi, ya TUHAN, Kaubalas pandangan-Mu, sampai bila Kaubalas murka-Mu membakar?
(Mazmur 79:5)
Mazmur 79:5 adalah sebuah seruan yang begitu mendalam, sebuah ratapan dari hati yang pilu dan terluka. Ayat ini diucapkan di tengah situasi kehancuran dan penderitaan umat Tuhan, ketika mereka menyaksikan rumah mereka dirampas, Bait Suci dinajiskan, dan bangsa mereka dipermalukan. Pertanyaan "Berapa lama lagi, ya TUHAN, Kaubalas pandangan-Mu, sampai bila Kaubalas murka-Mu membakar?" mencerminkan keputusasaan yang mendalam dan kerinduan akan campur tangan ilahi.
Di sini, pemazmur tidak hanya mengungkapkan rasa sakit, tetapi juga mempertanyakan durasi ketidakpedulian yang dirasakan dari Tuhan. "Kaubalas pandangan-Mu" bisa diartikan sebagai Tuhan yang berpaling, yang seolah tidak melihat atau tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi. Namun, di sisi lain, ada kesadaran bahwa murka Tuhan sedang bekerja. "Murka-Mu membakar" adalah gambaran kuat tentang kekuatan api yang menghancurkan, sebuah metafora untuk dampak dari ketidaksetujuan Tuhan terhadap dosa dan kejahatan.
Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan sifat murka Tuhan. Murka Tuhan bukanlah luapan emosi semata seperti murka manusia. Murka Tuhan adalah respons yang adil dan kudus terhadap dosa, kejahatan, dan pemberontakan. Ini adalah manifestasi dari kesucian-Nya yang tidak dapat mentolerir kejahatan. Ketika murka Tuhan dilepaskan, konsekuensinya sangat dahsyat, seperti api yang melalap segalanya. Namun, penting untuk diingat bahwa murka Tuhan juga selalu diiringi dengan kasih dan kerinduan untuk pemulihan.
Dalam konteks Mazmur 79, umat Tuhan sedang menghadapi hukuman atas dosa-dosa mereka. Namun, di tengah hukuman itu, mereka masih berseru kepada Tuhan, menunjukkan bahwa bahkan di dalam kesulitan terburuk, harapan masih terbentang pada kebaikan dan belas kasihan Tuhan. Seruan mereka adalah pengingat bahwa meskipun manusia bisa berdosa dan menyebabkan penderitaan, Tuhan tetap berdaulat dan memiliki rencana-Nya.
Perenungan atas Mazmur 79:5 membawa kita pada pemahaman bahwa kita tidak bisa bermain-main dengan dosa. Konsekuensi dari pemberontakan terhadap Tuhan itu nyata. Namun, di sisi lain, ayat ini juga memberikan harapan. Setelah murka mereda, Tuhan seringkali menunjukkan belas kasihan-Nya dan memulihkan umat-Nya. Seruan pemazmur ini bukan hanya tentang penderitaan, tetapi juga tentang iman yang teguh, yang percaya bahwa bahkan dalam kegelapan terdalam, Tuhan tetap ada dan mendengarkan. Ini adalah pengingat untuk selalu mencari Tuhan, mengakui kesalahan kita, dan berharap pada kasih karunia-Nya yang tak berkesudahan.