Mazmur 86:3 - Jiwa Tuhanku, Selamatkanlah Hamba-Mu

"TUHAN, jiwaku berseru kepada-Mu, pada malam hari, dan pada siang hari."

Ayat Mazmur 86:3 ini menyajikan sebuah gambaran yang kuat tentang kerinduan mendalam dan doa yang tak henti-hentinya. Daud, penulis mazmur ini, mengungkapkan sebuah intensitas spiritual yang melampaui batas waktu. Ia tidak hanya berdoa sesekali, tetapi jiwanya, esensi keberadaannya, terus-menerus berseru kepada Tuhan, baik di tengah kegelapan malam maupun di bawah terangnya sinar matahari.

Tuhan Jiwa Berseru

Seruan yang terus-menerus ini menunjukkan sebuah ketergantungan total. Daud menyadari bahwa sumber kekuatan, perlindungan, dan penolongnya adalah Tuhan semata. Di saat-saat terang yang penuh harapan, ia tetap berseru, menunjukkan bahwa imannya tidak hanya bergantung pada keadaan. Sebaliknya, di saat-saat gelap malam, ketika ketakutan dan keraguan mungkin merayap, doa menjadi sauh yang teguh, sebuah pengingat akan kehadiran Tuhan yang selalu menyertai.

Konteks Mazmur 86:3 ini seringkali dipahami sebagai ungkapan dari masa-masa sulit yang dialami Daud. Mungkin ia sedang dikejar musuh, menghadapi penyakit, atau mengalami pengkhianatan. Dalam situasi seperti itu, naluri manusiawi adalah mencari perlindungan. Namun, Daud memilih untuk mencari perlindungan bukan pada kekuatan manusia atau sumber daya duniawi, melainkan pada Tuhan.

Doa yang tidak mengenal waktu ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga hubungan yang intim dengan Tuhan. Ia bukan hanya untuk momen-momen krisis, tetapi juga untuk setiap aspek kehidupan kita. Berseru kepada Tuhan di siang hari berarti mengakui Dia dalam setiap keberhasilan, keputusan, dan interaksi kita. Ini adalah bentuk penghargaan dan pengakuan atas penyertaan-Nya yang berkelanjutan. Sementara itu, berseru di malam hari mengajarkan kita untuk tidak menyerah pada kegelapan, tetapi mencari terang dan kedamaian dalam hadirat-Nya.

Intensitas Mazmur 86:3 juga menggarisbawahi pentingnya ketekunan dalam doa. Ini bukan tentang mengucapkan kata-kata kosong, tetapi tentang sebuah ungkapan hati yang tulus. Ketika kita benar-benar membutuhkan Tuhan, kita akan mencari-Nya tanpa henti, tidak hanya pada waktu-waktu yang nyaman. Doa seperti ini adalah sebuah bentuk pengakuan bahwa tanpa Dia, kita tidak berdaya. Seruan "jiwaku berseru" menunjukkan bahwa ini adalah doa yang datang dari lubuk hati yang terdalam, bukan sekadar ritual.

Oleh karena itu, ayat ini menjadi pengingat yang indah bagi kita untuk meniru teladan Daud. Mari kita jadikan doa sebagai nafas kehidupan kita, sebuah percakapan yang terus-menerus dengan Sang Pencipta. Baik di tengah terangnya hari yang penuh harapan, maupun di dalam gulita malam yang penuh tantangan, biarlah jiwa kita senantiasa berseru kepada Tuhan, mencari kekuatan, penghiburan, dan tuntunan-Nya yang tak terbatas.