"Dan terjadilah, ketika hari mulai gelap di gerbang-gerbang Yerusalem sebelum hari Sabat, aku menyuruh menutup pintu-pintu gerbang itu dan memerintahkan supaya tidak ada yang membukanya sampai sesudah hari Sabat itu lewat."
Ayat Nehemia 13:19 merupakan sebuah pengingat yang kuat tentang pentingnya menghormati dan menjaga kekudusan hari Sabat. Nehemia, seorang pemimpin yang taat dan visioner, memahami betul dampak spiritual dan sosial dari ketaatan terhadap perintah Allah. Di tengah kondisi Yerusalem yang baru saja dibangun kembali setelah pembuangan, menjaga ketertiban dan kekudusan menjadi prioritas utama agar umat Israel tidak kembali tergelincir ke dalam praktik-praktik yang menjauhkan mereka dari Tuhan.
Keputusan Nehemia untuk menutup gerbang kota sebelum hari Sabat dimulai menunjukkan keseriusannya dalam menegakkan aturan ilahi. Tindakan ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah langkah proaktif untuk mencegah masuknya aktivitas duniawi yang dapat mengganggu kekhususan hari ketujuh. Dengan menutup gerbang, Nehemia secara efektif menciptakan batas antara kesibukan duniawi dan waktu yang seharusnya dikhususkan untuk istirahat, penyembahan, dan refleksi spiritual. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita di zaman modern: bagaimana kita dapat secara sengaja menciptakan "ruang" kekudusan dalam kehidupan kita yang penuh dengan tuntutan dan gangguan?
Hari Sabat, menurut tradisi dan ajaran Alkitab, adalah hari yang dikuduskan oleh Tuhan. Ini adalah hari untuk berhenti dari pekerjaan sehari-hari, merenungkan karya penciptaan Tuhan, dan memperkuat hubungan kita dengan Sang Pencipta. Dalam konteks Nehemia, menjaga Sabat juga berarti mencegah masuknya para pedagang dan orang-orang yang mungkin berdagang di hari Sabat, seperti yang ia temukan terjadi di masa lalu. Kehadiran mereka dapat mengalihkan fokus umat dari hal-hal spiritual dan mengikis kesakralan hari tersebut.
Penerapan ayat Nehemia 13:19 hari ini mengundang kita untuk merefleksikan cara kita memperlakukan hari istirahat kita. Apakah kita menggunakannya untuk beristirahat secara rohani, memperdalam persekutuan dengan Tuhan, dan melayani sesama, ataukah kita membiarkannya diserbu oleh kesibukan duniawi, hiburan yang tidak bermakna, dan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan pada hari tersebut? Nehemia mengingatkan kita bahwa menjaga kekudusan hari Sabat adalah bagian integral dari ketaatan kepada Tuhan dan penjagaan terhadap identitas rohani umat-Nya. Ini adalah tindakan iman yang memperkuat iman, mempererat hubungan keluarga, dan memulihkan jiwa kita.
Lebih dari sekadar larangan, prinsip di balik hari Sabat adalah tentang pemulihan dan persekutuan. Ini adalah waktu yang diberikan Tuhan agar kita dapat melepaskan diri dari beban pekerjaan, menyadari ketergantungan kita pada-Nya, dan menikmati berkat dari kehadiran-Nya. Oleh karena itu, seperti Nehemia yang dengan tegas mengambil tindakan untuk melindungi kesucian hari Sabat, kita pun dipanggil untuk secara sadar dan sengaja memutuskan untuk menguduskan hari tersebut, menjadikannya oasis spiritual di tengah lautan kesibukan dunia.