"Apabila hak seseorang diperkosa, dan orang benar diperlakukan tidak adil, dan kebengkokan terjadi, TUHAN tidak memalingkan muka."
Ayat Ratapan 3:35 adalah pengingat yang kuat di tengah kompleksitas kehidupan manusia. Dalam perjalanan hidup, kita seringkali dihadapkan pada situasi di mana keadilan terasa jauh, dan kebenaran seolah tertindas oleh kekuatan yang lebih besar atau oleh ketidakadilan yang merajalela. Frasa "apabila hak seseorang diperkosa" dan "orang benar diperlakukan tidak adil" menggambarkan realitas penderitaan dan kesewenang-wenangan yang dialami oleh banyak individu sepanjang sejarah. Ini bisa berupa penindasan, ketidakadilan sosial, perlakuan sewenang-wenang, atau bahkan pelanggaran hak asasi manusia yang paling mendasar.
Namun, ayat ini tidak berhenti pada deskripsi penderitaan. Titik krusialnya terletak pada penegasan ilahi: "dan kebengkokan terjadi, TUHAN tidak memalingkan muka." Ini adalah pernyataan harapan yang luar biasa. Di tengah kegelapan ketidakadilan, ketika segala sesuatu tampak salah dan hati manusia bisa menjadi putus asa, Firman ini menjamin bahwa Tuhan tidak acuh tak acuh. Dia melihat. Dia memperhatikan setiap tindakan yang salah, setiap hati yang terluka, dan setiap hak yang direnggut.
Penegasan bahwa Tuhan "tidak memalingkan muka" memberikan perspektif yang sangat penting. Ini bukan berarti bahwa penderitaan tidak akan pernah terjadi, atau bahwa keadilan duniawi selalu ditegakkan seketika. Sebaliknya, ini menekankan kehadiran dan kesadaran Tuhan. Dia adalah saksi dari setiap ketidakadilan. Dalam perspektif teologis, ini juga dapat diartikan sebagai janji intervensi ilahi, meskipun mungkin dalam waktu dan cara yang tidak selalu kita pahami atau prediksi. Ratapan, sebagai kitab, memang sarat dengan kesedihan atas kehancuran Yerusalem, namun di dalamnya juga terselip benang-benang harapan yang ditambatkan pada kesetiaan Tuhan.
Bagi setiap individu yang merasa haknya terampas atau diperlakukan tidak adil, ayat ini menjadi sumber kekuatan dan keberanian. Ia menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan yang lebih tinggi yang menyaksikan dan pada akhirnya akan menegakkan kebenaran. Hal ini mendorong kita untuk tidak menyerah pada keputusasaan, tetapi untuk terus mencari keadilan, bersuara bagi mereka yang tertindas, dan mengimani bahwa di balik setiap kesulitan ada perspektif ilahi yang melihat dan peduli. Ratapan 3:35 adalah mercusuar terang di tengah badai ketidakadilan, mengingatkan kita bahwa bahkan dalam momen tergelap pun, ada harapan yang berakar pada sifat Tuhan yang adil dan penyayang.