"Hendaklah engkau berhati-hati, supaya jangan ada pikiran jahat dalam hatimu dengan berkata: Sebentar lagi tahun ketujuh, tahun penghapusan hutang, dan matamu menjadi jahat terhadap saudaramu yang berkekurangan, lalu engkau tidak memberikan apa-apa kepadanya, sehingga ia berseru kepada TUHAN tentang engkau, dan menjadilah hutang dosa padamu."
Ayat Ulangan 15:9 merupakan pengingat penting dari Musa kepada bangsa Israel menjelang memasuki Tanah Perjanjian. Ayat ini menekankan aspek krusial dari kehidupan bermasyarakat yang didasarkan pada keadilan, belas kasih, dan ketaatan kepada Tuhan. Dalam konteks hukum Taurat, tahun ketujuh dikenal sebagai tahun penghapusan hutang, sebuah siklus yang dirancang untuk mencegah jurang pemisah ekonomi yang semakin lebar di antara sesama warga Israel. Tujuannya adalah agar tidak ada kemiskinan yang berkepanjangan dan semua orang memiliki kesempatan untuk bangkit kembali.
Namun, Musa mengingatkan bahwa niat baik di balik hukum ini bisa saja disalahgunakan. Ia memperingatkan agar tidak muncul "pikiran jahat dalam hati". Pikiran jahat ini merujuk pada sikap egois dan pelit yang mungkin timbul ketika mendekati tahun penghapusan hutang. Seseorang mungkin berpikir, "Mengapa harus membantu atau memberi pinjaman kepada saudaraku yang sedang kesulitan? Sebentar lagi hutangnya akan dihapuskan, jadi aku akan merugi." Perilaku seperti ini, didasari oleh perhitungan pribadi yang sempit dan kurangnya empati, adalah bentuk ketidakadilan yang mendalam di hadapan Tuhan.
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa sikap enggan menolong sesama yang berkekurangan, terutama ketika ada kesempatan untuk melakukannya tanpa kerugian permanen (seperti pada tahun penghapusan hutang), akan dianggap sebagai "hutang dosa" di hadapan Tuhan. Ini bukan sekadar tentang sanksi sosial, tetapi tentang hubungan spiritual yang rusak. Tuhan sangat peduli terhadap bagaimana umat-Nya memperlakukan satu sama lain, terutama mereka yang rentan. Kedermawanan bukan hanya soal materi, tetapi juga tentang kesediaan untuk berbagi, membantu, dan menunjukkan belas kasih.
Dalam penerapannya hari ini, Ulangan 15:9 mengajarkan kita untuk selalu menjaga hati dari sikap perhitungan yang mematikan kemurahan hati. Di tengah masyarakat modern yang sering kali didorong oleh keuntungan materi, penting bagi kita untuk tetap memegang teguh prinsip-prinsip keadilan dan kepedulian sosial. Kita perlu bertanya pada diri sendiri: apakah kita cenderung menutup mata terhadap kebutuhan orang lain karena khawatir akan kerugian pribadi? Atau, apakah kita terinspirasi untuk berbuat baik, bukan hanya karena kewajiban, tetapi karena dorongan kasih yang tulus? Ayat ini mengajak kita untuk tidak hanya memahami hukum, tetapi menghidupinya dalam hati, sehingga tindakan kita mencerminkan karakter Tuhan yang murah hati dan adil. Ketaatan sejati tidak hanya terlihat dari pemenuhan ritual, tetapi dari bagaimana kita membangun komunitas yang saling menopang dan peduli.