"Adapun kerub itu, ia berdiri di sebelah kanan Rumah itu, ketika orang itu masuk, dan awan itu memenuhi pelataran yang sebelah dalam."
Ayat Yehezkiel 10:3 ini membawa kita pada sebuah penglihatan yang sangat mendalam dan simbolis. Yehezkiel, seorang nabi yang dipilih Tuhan, seringkali diberikan gambaran-gambaran visual untuk menyampaikan pesan-pesan ilahi yang terkadang sulit diungkapkan hanya dengan kata-kata. Dalam konteks pasal ini, kita menyaksikan sesuatu yang sangat krusial: kemuliaan Tuhan mulai bergerak meninggalkan Bait Suci di Yerusalem. Hal ini terjadi pada masa di mana umat Israel telah jatuh ke dalam dosa dan penyembahan berhala, sehingga kesucian dan hadirat Tuhan tidak lagi dapat berdiam di tempat yang telah dinajiskan.
Penggambaran kerub di sebelah kanan Rumah Tuhan, bersama dengan awan yang memenuhi pelataran, bukanlah sekadar detail geografis atau deskripsi benda mati. Kerub adalah makhluk surgawi yang sering dikaitkan dengan penjagaan, singgasana Tuhan, dan hadirat-Nya yang mulia. Keberadaan mereka di Bait Suci menunjukkan bahwa tempat itu adalah representasi dari surga di bumi, sebuah pusat pertemuan antara Tuhan dan umat-Nya. Namun, di sini, kerub itu berdiri di posisi tertentu, mengindikasikan bahwa ada pergeseran, sebuah perubahan dramatis yang akan segera terjadi.
Awan yang memenuhi pelataran dalam juga merupakan simbol yang kaya makna. Dalam Perjanjian Lama, awan seringkali menjadi tanda kehadiran dan kemuliaan Tuhan (shekinah). Kehadiran awan yang tebal di sini bisa diartikan sebagai lapisan pelindung yang menutupi kemuliaan Tuhan sebelum Ia benar-benar meninggalkannya, atau sebagai penanda kesedihan dan keputusan ilahi yang tak terhindarkan. Ini adalah gambaran dari sebuah proses perpisahan yang sakral namun menyakitkan.
Pesan utama dari Yehezkiel 10:3, ketika dilihat dalam konteks yang lebih luas, adalah tentang keseriusan dosa dan konsekuensi yang menyertainya. Tuhan adalah kudus, dan Ia tidak dapat berkompromi dengan kejahatan. Ketika umat-Nya berpaling dari-Nya, berbalik kepada berhala, dan melupakan perjanjian-Nya, hadirat ilahi yang mulia tidak dapat bertahan. Kepergian kemuliaan Tuhan dari Bait Suci adalah peringatan keras bagi Israel bahwa penghakiman sedang datang. Ini adalah pengingat abadi bahwa hubungan kita dengan Tuhan haruslah murni dan penuh hormat.
Bagi kita hari ini, ayat ini mengajarkan pentingnya menjaga kesucian hati dan hidup kita. Gereja sebagai Bait Roh Kudus haruslah dijaga kemurniannya. Kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, menjauhi segala bentuk penyembahan berhala modern—baik itu materialisme, keserakahan, kesombongan, atau apapun yang mengambil tempat utama yang seharusnya hanya untuk Tuhan. Penglihatan Yehezkiel adalah pengingat bahwa hadirat Tuhan adalah anugerah yang luar biasa, dan kita harus senantiasa berupaya untuk membuatnya nyaman berdiam di dalam diri kita dan dalam komunitas iman kita.
Pergerakan kemuliaan Tuhan yang digambarkan melalui kerub dan awan ini menekankan sifat dinamis dari hubungan antara Tuhan dan manusia. Tuhan tidak terikat pada bangunan fisik, tetapi pada hati yang taat dan setia. Ketika kesetiaan itu hilang, konsekuensi akan terasa. Ayat ini, meskipun berlatar belakang sejarah kuno, terus bergema sebagai panggilan untuk introspeksi rohani dan komitmen yang diperbaharui kepada Sang Pencipta.