"Anak manusia, bagaimana kayu anggur berbeda dari kayu mana pun, atau dari dahan mana pun dari pohon-pohon di hutan?"
Firman Tuhan yang disampaikan melalui Nabi Yehezkiel seringkali menggunakan perumpamaan yang kuat dan mudah dipahami untuk menyampaikan kebenaran rohani. Dalam Yehezkiel pasal 15, Tuhan membandingkan umat-Nya, yaitu bangsa Israel, dengan sebuah pohon anggur. Pertanyaan retoris yang diajukan, "Anak manusia, bagaimana kayu anggur berbeda dari kayu mana pun, atau dari dahan mana pun dari pohon-pohon di hutan?", menekankan keunikan dan juga potensi yang seharusnya dimiliki oleh umat pilihan Tuhan.
Perumpamaan pohon anggur ini bukanlah tanpa makna. Dalam budaya Timur Tengah kuno, pohon anggur memiliki nilai yang sangat tinggi. Buahnya tidak hanya untuk dimakan segar, tetapi juga dapat diolah menjadi anggur yang merupakan minuman penting dalam perayaan, dan juga menjadi kismis sebagai sumber nutrisi dan kekayaan. Kayunya, meskipun tidak sekuat kayu pohon lainnya untuk bangunan, memiliki kegunaan spesifik dalam pembuatan perkakas kecil atau bahkan sebagai kayu bakar. Intinya, pohon anggur sangat dihargai karena manfaatnya yang beragam dan bernilai bagi kehidupan manusia.
Dengan membandingkan Israel dengan pohon anggur, Tuhan sedang menyoroti identitas khusus yang telah diberikan kepada mereka. Mereka adalah umat yang dipilih, yang seharusnya menghasilkan buah yang baik dan berguna bagi kemuliaan Tuhan dan bagi bangsa-bangsa lain. Kehidupan mereka seharusnya berbeda; mereka seharusnya menjadi sumber berkat, bukan sumber masalah. Keberadaan mereka di tengah dunia seharusnya menjadi kesaksian akan kuasa dan kebaikan Tuhan.
Namun, Tuhan juga menunjukkan bahwa jika pohon anggur tersebut tidak menghasilkan buah, atau jika kayunya tidak lagi berguna, maka ia tidak memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dahan pohon mana pun di hutan. Bahkan, kayu yang tidak produktif dari pohon anggur hanya akan menjadi sampah yang tidak berguna. Ini adalah peringatan keras bagi Israel. Mereka telah menyimpang dari jalan Tuhan, meninggalkan perjanjian-Nya, dan tidak lagi hidup sesuai dengan identitas mereka sebagai umat pilihan. Akibatnya, mereka menjadi seperti kayu anggur yang tidak menghasilkan apa-apa, yang pada akhirnya hanya layak untuk dibuang dan dibakar.
Implikasi dari perumpamaan ini sangat mendalam. Bagi umat beriman hari ini, Yehezkiel 15:2 mengingatkan kita bahwa kita dipanggil untuk menjadi berbeda. Kita dipanggil untuk menghasilkan buah Roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23). Kehidupan kita harus mencerminkan karakter Kristus, memberikan manfaat bagi orang lain, dan memuliakan nama Tuhan. Ketika kita gagal melakukan hal ini, kita kehilangan keunikan dan nilai yang telah Tuhan berikan kepada kita. Pertanyaan Yehezkiel 15:2 terus bergema, mengajak kita untuk merefleksikan kesaksian hidup kita: Apakah kita benar-benar berbeda, atau kita hanyalah "kayu" biasa yang tidak memberikan kontribusi berarti bagi Kerajaan Allah?