Yehezkiel 28:9

"Apakah ia akan berkata kepada Allah: Aku ilahi, dan akan duduk di takhta Allah di tengah lautan?"
Keangkuhan

Ayat Yehezkiel 28:9 merupakan kutipan yang tajam dan penuh makna dari Kitab Yehezkiel, yang secara khusus ditujukan kepada raja Tirus. Ayat ini membongkar inti dari kesombongan yang merusak, sebuah sifat yang tidak hanya melahirkan kehancuran bagi individu atau bangsa, tetapi juga merupakan penolakan terang-terangan terhadap otoritas ilahi.

Dalam konteksnya, raja Tirus digambarkan memiliki kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan yang luar biasa. Kemakmuran Tirus begitu melimpah sehingga raja merasa dirinya setara atau bahkan melebihi dewa-dewa. Kecongkakan inilah yang mendorongnya untuk berpikir bahwa ia memiliki hak ilahi, sebuah kesadaran yang keliru dan berbahaya. Pertanyaan retoris dalam ayat ini, "Apakah ia akan berkata kepada Allah: Aku ilahi, dan akan duduk di takhta Allah di tengah lautan?", menunjukkan puncak dari kesombongan yang mengerikan. Ia tidak hanya membandingkan dirinya dengan Tuhan, tetapi juga membayangkan diri didudukkan di tempat yang paling sakral dan berkuasa, sebuah klaim yang tidak dapat diterima oleh kebenaran ilahi.

Kata kunci Yehezkiel 28:9 mengingatkan kita bahwa keangkuhan yang berlebihan adalah jalan menuju kejatuhan. Sejarah, baik dalam skala pribadi maupun kolektif, penuh dengan contoh-contoh di mana individu atau entitas yang terlalu percaya diri pada kekuatan dan pencapaian mereka sendiri akhirnya terjerumus dalam kehancuran. Raja Tirus adalah simbol kuno dari fenomena ini, tetapi pesannya tetap relevan hingga kini. Ketika seseorang atau sesuatu mulai merasa tidak tersentuh oleh hukum, moralitas, atau bahkan otoritas yang lebih tinggi, maka bibit kehancurannya telah tertanam.

Pesan moral yang terkandung dalam Yehezkiel 28:9 adalah tentang pentingnya kerendahan hati dan pengakuan terhadap Tuhan sebagai sumber segala kebaikan. Keberhasilan dan kemampuan yang dimiliki manusia adalah anugerah, bukan bukti superioritas absolut. Sikap mengakui bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan mencegah seseorang jatuh ke dalam perangkap keangkuhan yang sama seperti yang dialami oleh raja Tirus. Kemuliaan sejati bukanlah dalam klaim kekuasaan atau keilahian diri, melainkan dalam ketaatan dan penghormatan kepada Sang Pencipta. Keinginan untuk "duduk di takhta Allah" adalah ambisi yang mustahil dan menyesatkan, yang hanya akan membawa pada kehancuran total.

Di tengah dunia yang sering kali menekankan pencapaian pribadi dan keunggulan diri, ayat ini hadir sebagai pengingat yang kuat. Kita perlu terus-menerus memeriksa hati kita, memastikan bahwa rasa percaya diri tidak berubah menjadi kesombongan yang menantang kebenaran. Kebijaksanaan sejati terletak pada pemahaman akan posisi kita di hadapan Yang Maha Kuasa, dan mengakui bahwa segala hikmat dan kekuatan berasal dari-Nya.