Yeremia 2:8 - Kesetiaan yang Diabaikan

"Para imam tidak berkata: Di mana TUHAN? Orang-orang yang mengajarkan hukum Taurat tidak mengenal Aku, dan para pemimpin bangsa memberontak terhadap Aku."
Simbol kesetiaan dan jalan yang ditempuh.

Kitab Yeremia sering kali menggambarkan murka Tuhan terhadap umat-Nya karena dosa dan ketidaksetiaan mereka. Namun, di tengah-tengah peringatan yang keras, terdapat pula pesan harapan dan pengingat akan sifat dasar Tuhan yang setia. Ayat Yeremia 2:8, secara spesifik, menyoroti sebuah kenyataan yang menyedihkan: pengabaian terhadap Tuhan oleh mereka yang seharusnya menjadi penjaga dan penuntun rohani. Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah cerminan mendalam tentang bahaya kehilangan fokus spiritual dan bagaimana hal itu dapat merusak sebuah bangsa.

Ketika para imam, para pendeta, dan para pemimpin bangsa tidak lagi bertanya "Di mana TUHAN?", ini menandakan sebuah kekosongan rohani yang luar biasa. Mereka seharusnya menjadi mercusuar, menunjuk kepada Tuhan dalam setiap aspek kehidupan, baik pribadi maupun publik. Namun, di sini mereka digambarkan tidak lagi mencari hadirat-Nya, tidak lagi merasa perlu untuk berinteraksi dengan Sang Pencipta. Hukum Taurat, yang seharusnya menjadi pedoman utama, telah diabaikan, dan pengetahuan tentang Tuhan telah lenyap dari pemahaman mereka. Ironisnya, merekalah yang dipercayakan untuk mengajarkan dan menegakkan hukum tersebut.

Lebih jauh lagi, ayat ini menyatakan bahwa "pemimpin bangsa memberontak terhadap Aku." Pemberontakan ini bukan sekadar tindakan politik atau sosial, melainkan pemberontakan spiritual yang paling fundamental. Mereka secara aktif menentang kehendak Tuhan, mengabaikan perintah-Nya, dan tampaknya lebih memilih jalan mereka sendiri. Sikap ini menciptakan kehampaan moral dan spiritual yang meluas, memengaruhi seluruh struktur masyarakat. Ketika para pemimpin kehilangan pegangan pada kebenaran ilahi, konsekuensinya adalah kekacauan, ketidakadilan, dan hilangnya arah.

Meskipun ayat ini berisi kritik yang tajam, penting untuk melihatnya dalam konteks yang lebih luas dari kitab Yeremia. Tuhan melalui Yeremia terus-menerus berseru kepada umat-Nya untuk bertobat, mengingatkan mereka akan cinta setia-Nya yang tak tergoyahkan. Pengabaian yang digambarkan dalam Yeremia 2:8 adalah sebuah kesaksian tentang seberapa jauh umat Israel telah menyimpang. Namun, justru kesedihan Tuhan atas ketidaksetiaan mereka inilah yang menunjukkan kedalaman kasih-Nya. Dia merindukan mereka untuk kembali kepada-Nya.

Ayat Yeremia 2:8 berfungsi sebagai pengingat yang kuat bagi kita di masa kini. Seberapa sering kita, dalam kesibukan hidup, dalam pencarian kemajuan duniawi, atau dalam keterlibatan politik dan sosial, lupa untuk bertanya, "Di mana TUHAN?" Seberapa sering pengetahuan kita tentang firman Tuhan menjadi dangkal, dan kita tidak lagi menganggap-Nya sebagai pusat dari keberadaan kita? Pemberontakan dapat mengambil banyak bentuk, bahkan dalam kesadaran yang samar-samar tentang ketidakpedulian terhadap kehendak Ilahi. Tuhan tetap setia, bahkan ketika kita tidak. Ayat ini memanggil kita untuk merenungkan posisi kita di hadapan-Nya, untuk memprioritaskan hubungan kita dengan-Nya, dan untuk memastikan bahwa kehidupan kita, terutama kehidupan para pemimpin kita, senantiasa mencerminkan kasih dan kebenaran-Nya.