Yeremia 26:18

"Tetapi penatua-penatua dari seluruh negeri itu berkata kepada Yeremia, raja Hizkia dan seluruh Yehuda menghendaki nabi ini dikenai hukuman mati. Bukankah Hizkia, raja Yehuda, dan seluruh Yehuda yang menyuruh dia berbicara tentang bukit-bukit pengorbanan kepada semua imam dan nabi-nabi yang duduk di rumah TUHAN? Bukankah mereka mendengarkan dia, dan mereka beriman kepada TUHAN, Allah mereka? Dan TUHAN menyesal dan membatalkan hukuman yang telah dijanjikan-Nya terhadap mereka."

Ayat Yeremia 26:18 memberikan sebuah jendela penting ke dalam sejarah bangsa Israel, khususnya di masa-masa genting ketika pesan kenabian seringkali ditolak atau disalahpahami. Pada konteks ayat ini, nabi Yeremia dihadapkan pada ancaman hukuman mati oleh para imam dan nabi palsu yang merasa terancam oleh pesan pertobatan yang dibawanya. Namun, para penatua dari seluruh negeri tampil membela Yeremia, mengingatkan mereka yang menuduhnya akan kejadian di masa lalu yang menjadi bukti kebenaran pesan kenabian.

Kisah ini berlatar belakang masa pemerintahan raja Hizkia. Pada masa itu, Yeremia diutus untuk menyampaikan pesan dari Tuhan mengenai dosa-dosa yang telah dilakukan oleh umat-Nya, terutama praktik penyembahan berhala yang masih merajalela meskipun sudah ada seruan untuk kembali kepada Tuhan. Pesan Yeremia bukanlah sesuatu yang baru, melainkan pengulangan dari peringatan-peringatan yang telah disampaikan oleh para nabi sebelumnya. Namun, kali ini ancaman hukuman yang lebih berat terasa semakin dekat, terutama dengan berdirinya mezbah-mezbah untuk menyembah dewa-dewa asing di tempat-tempat yang seharusnya disucikan untuk ibadah kepada Tuhan.

Yang menarik dari Yeremia 26:18 adalah pembelaan yang diberikan oleh para penatua. Mereka bukan hanya membela pribadi Yeremia, tetapi juga mengingatkan para penuduh akan tindakan raja Hizkia. Raja Hizkia, seorang raja yang saleh, pada masanya telah mendengarkan suara kenabian dan melakukan reformasi besar-besaran. Ia memerintahkan penghancuran mezbah-mezbah berhala dan menyatukan kembali ibadah hanya kepada Tuhan. Tindakan ini tidak hanya mendapat respons positif dari rakyat, tetapi juga dibuktikan oleh firman Tuhan yang kemudian mengurungkan niat-Nya untuk menghancurkan umat-Nya. Tuhan menyesali murka-Nya karena umat-Nya, melalui arahan raja mereka, telah menunjukkan pertobatan yang tulus.

Jadi, para penatua menggunakan teladan raja Hizkia sebagai argumen bahwa mendengarkan nabi Tuhan dan bertindak sesuai dengan firman-Nya akan membawa berkat dan perlindungan ilahi. Mereka menekankan bahwa raja Hizkia dan seluruh Yehuda telah beriman kepada Tuhan, dan respons Tuhan adalah pengampunan dan pemeliharaan. Dengan demikian, membunuh Yeremia, seorang nabi yang menyampaikan pesan yang sama dengan para nabi yang didengarkan Hizkia, adalah tindakan yang tidak bijaksana dan justru dapat mengundang murka Tuhan kembali.

Ayat ini mengajarkan kita pentingnya ketaatan kepada firman Tuhan dan bagaimana iman yang tulus dapat mengubah ketetapan ilahi. Ia juga mengingatkan kita untuk belajar dari sejarah, melihat bagaimana generasi sebelumnya merespons peringatan dan janji Tuhan. Di tengah keraguan dan tantangan, kebenaran akan pesan ilahi seringkali dibela oleh mereka yang mengerti kehendak Tuhan dan dampaknya bagi umat-Nya. Yeremia 26:18 adalah pengingat bahwa meskipun peringatan seringkali keras, pertobatan dan iman yang sejati selalu disambut dengan belas kasihan Tuhan.

Janji Damai

Simbol pertumbuhan rohani dan ketenangan yang dijanjikan melalui ketaatan.