Kitab Yeremia seringkali dipenuhi dengan seruan kenabian, peringatan akan hukuman, dan gambaran keruntuhan bangsa Israel. Namun, di tengah seruan yang penuh kepedihan tersebut, Tuhan melalui nabi-Nya menghadirkan sebuah teladan hidup yang luar biasa dari kesetiaan dan ketaatan yang teguh. Bagian ini, khususnya Yeremia 35, menyoroti kisah kaum Rechab, sebuah suku nomaden yang memegang teguh tradisi leluhur mereka bahkan ketika dihadapkan pada kenyamanan dan tekanan dari lingkungan yang lebih menetap. Perintah yang diberikan kepada mereka, seperti yang tercatat dalam Yeremia 35:9, menjadi inti dari kesetiaan mereka yang patut direnungkan.
Perintah dari Yonadab bin Rechab kepada keturunannya adalah sebuah gaya hidup yang unik: tidak mendirikan rumah permanen, tidak menabur benih, tidak mengusahakan kebun anggur atau ladang, dan tidak mendiami kemah untuk jangka waktu lama. Sebaliknya, mereka diperintahkan untuk terus-menerus hidup berpindah-pindah di dalam kemah. Mengapa demikian? Tujuannya adalah agar mereka dapat panjang umur di tanah tempat mereka tinggal sebagai orang asing. Ketaatan mereka terhadap instruksi ini berlangsung selama beberapa generasi, bahkan ketika bangsa Yehuda sendiri mulai jatuh ke dalam penyembahan berhala dan meninggalkan hukum Tuhan.
Tuhan menyuruh Yeremia untuk membawa kaum Rechab ke Bait Suci dan menawarkan mereka minuman anggur. Ini adalah ujian. Bangsa Yehuda, yang seharusnya menjadi umat Tuhan yang setia, justru terbukti lebih mudah tergoda oleh kenyamanan dan gaya hidup yang menyimpang. Sebaliknya, kaum Rechab, yang notabene adalah orang asing dan bukan bagian dari perjanjian Israel, menolak tawaran itu dengan tegas. Mereka menjelaskan bahwa mereka mematuhi perintah ayah mereka, Yonadab. Ketaatan mereka adalah ketaatan yang mutlak, sebuah warisan hidup yang dijaga dengan segenap hati.
Pelajaran dari Yeremia 35:9 sangatlah relevan bagi kehidupan kita saat ini. Dalam dunia yang terus berubah, kita seringkali dihadapkan pada pilihan antara mengikuti arus dunia yang menawarkan kenyamanan sesaat atau tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran yang mungkin memerlukan pengorbanan dan disiplin. Ketaatan kaum Rechab bukanlah sekadar ketaatan buta terhadap tradisi leluhur, tetapi sebuah bentuk kesetiaan yang berakar pada pengenalan akan apa yang terbaik bagi kelangsungan hidup mereka. Mereka mengerti bahwa gaya hidup yang sederhana dan nomaden membantu mereka menghindari godaan kemewahan dan penyembahan berhala yang umum di kalangan bangsa yang menetap.
Dalam konteks spiritual, ketaatan yang ditunjukkan oleh kaum Rechab dapat diartikan sebagai kesetiaan yang teguh kepada prinsip-prinsip ilahi. Ini berarti menolak godaan duniawi yang menjauhkan kita dari Tuhan, serta memegang erat firman-Nya dalam setiap aspek kehidupan. "Supaya kamu panjang umur" dalam ayat ini tidak hanya merujuk pada umur fisik, tetapi juga pada keberlangsungan hidup rohani yang berarti dan kekal. Ketaatan sejati kepada Tuhan seringkali menuntut kita untuk melepaskan keterikatan pada hal-hal duniawi yang dapat menghambat pertumbuhan spiritual kita. Memang, menolak kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan dunia seringkali menjadi ujian terbesar bagi iman kita, namun di sanalah terletak keberlangsungan dan kedalaman hidup yang sesungguhnya.