Ayat Yeremia 36:15 membawa kita ke dalam momen penting dalam sejarah bangsa Israel. Di tengah gejolak politik dan ancaman invasi dari Babel, Nabi Yeremia diberi tugas ilahi untuk menyampaikan firman Tuhan. Perintahnya sangat spesifik: menuliskan semua perkataan yang telah diucapkan Tuhan kepadanya sejak zaman Yosia hingga saat itu di sebuah gulungan kitab. Tugas ini bukan sekadar mencatat sejarah, melainkan menyampaikan sebuah peringatan serius dan panggilan pertobatan yang mendesak.
Baruch, juru tulis Yeremia, menjalankan perintah tersebut dengan setia. Ia mengambil gulungan kitab dan menuliskan semua pesan profetik di dalamnya. Setelah selesai, ia diperintahkan untuk membacakan isi gulungan itu di hadapan seluruh rakyat yang berkumpul di rumah TUHAN pada hari puasa. Tujuannya adalah agar umat Tuhan mendengar dan, lebih penting lagi, merespons firman tersebut dengan pertobatan.
Dalam konteks ayat 15, kita melihat bagaimana orang-orang yang mendengar Baruch membacakan gulungan itu memberikan reaksi awal. Mereka terkejut dan penasaran, lalu bertanya kepada Baruch, "Beritahukanlah kepada kami sekarang, bagaimana engkau menulis segala perkataan ini, dan dari mulut siapakah itu?" Pertanyaan ini menunjukkan beberapa hal. Pertama, adanya pengakuan bahwa isi gulungan itu adalah sesuatu yang luar biasa dan penting. Kedua, rasa ingin tahu yang mendalam tentang asal-usul pesan tersebut. Mereka tidak langsung menolak atau mengabaikan, melainkan ingin memahami sumber dan proses di balik pesan itu.
Jawaban Baruch, yang tercatat di ayat berikutnya (ayat 17-18), menegaskan sifat ilahi dari pesan tersebut. Ia menjelaskan bahwa semua perkataan itu datang langsung dari mulut Tuhan, dan ia menulisnya di bawah dikte Yeremia. Ini menekankan otoritas firman Tuhan yang disampaikan melalui nabi-Nya. Pesan ini bukan sekadar opini manusia, tetapi kebenaran ilahi yang memiliki implikasi kekal.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Firman Tuhan, sebagaimana dicatat dalam Kitab Suci, adalah pesan ilahi yang tak lekang oleh waktu. Sama seperti di zaman Yeremia, pesan ini sering kali menghadirkan tantangan, teguran, namun juga harapan. Penting bagi kita untuk mendengarkan, memahami, dan meresponsnya dengan hati yang terbuka. Penolakan terhadap firman Tuhan, seperti yang pada akhirnya terjadi di zaman Yeremia, membawa konsekuensi serius. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh pertanyaan di Yeremia 36:15, ada potensi untuk mencari pemahaman yang lebih dalam dan mengakui kebenaran ilahi. Mari kita renungkan betapa berharganya setiap firman Tuhan yang diberikan kepada kita, dan bagaimana kita dapat hidup sesuai dengannya, membiarkan pesan ilahi itu mengalir dan mengubah hidup kita.