Ayat Yeremia 36:20 membawa kita pada sebuah momen krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda, di mana firman Tuhan disampaikan melalui nabi-Nya, Yeremia, namun dihadapi dengan penolakan dan bahkan penghinaan oleh para pemimpin. Dalam konteks sejarah yang dipenuhi ketidaktaatan dan ancaman dari bangsa-bangsa sekitar, khususnya Babel, Yeremia diperintahkan untuk menuliskan semua perkataan yang telah diwahyukan Allah kepadanya sejak masa Yosia hingga masanya. Gulungan ini kemudian dipercayakan kepada Barukh, juru tulisnya, untuk dibacakan kepada seluruh rakyat, para pejabat, dan bahkan raja Yehuda.
Perintah untuk membacakan gulungan tersebut bukanlah tugas yang mudah. Yeremia sendiri tidak diizinkan masuk ke bait Allah karena dianggap menghalangi jalan pembangunan, sehingga ia menugaskan Barukh untuk melakukannya. Peristiwa ini menyoroti dua aspek penting: keberanian Barukh dalam menyampaikan pesan ilahi yang mungkin akan membawa kabar buruk dan konsekuensi berat, serta ketaatan Yeremia yang setia meskipun ia sendiri terhalang untuk berbuat lebih banyak secara langsung. Barukh, dengan penuh keberanian, masuk ke pelataran atas di rumah TUHAN dan membacakan isi gulungan tersebut di hadapan semua orang. Hal ini menunjukkan dedikasi luar biasa terhadap firman Tuhan, bahkan di tengah kemungkinan besar akan reaksi negatif.
Ketika beberapa pejabat mendengar perkataan dari gulungan itu, mereka segera melaporkannya kepada raja Yoyakim. Reaksi raja sungguh mencengangkan dan tragis. Alih-alih merenungkan peringatan dan nasihat dari Tuhan, Yoyakim justru mengambil gulungan itu, mengoyaknya, dan membakarnya di perapian. Tindakan ini bukan hanya bentuk penghinaan terhadap nabi Tuhan, tetapi juga penolakan terang-terangan terhadap firman Allah sendiri. Ini adalah gambaran nyata betapa hati manusia bisa mengeraskankan diri terhadap kebenaran ilahi, bahkan ketika kebenaran itu disajikan dengan jelas dan lugas.
Namun, cerita ini tidak berakhir dengan kehancuran gulungan itu. Justru di sinilah keteguhan dan kekuatan firman Tuhan terlihat. Ketika Yeremia mendengar tentang tindakan raja, ia tidak patah semangat. Sebaliknya, ia diperintahkan lagi oleh TUHAN untuk mengambil gulungan lain dan menuliskan perkataan yang sama, bahkan menambahkan lebih banyak lagi tentang hukuman yang akan menimpa Yoyakim dan keluarganya. Barukh kembali dengan setia melaksanakan perintah ini. Ini mengajarkan kita bahwa firman Tuhan tidak dapat dimusnahkan oleh kekejaman manusia atau api. Inti pesannya akan tetap ada, dan Tuhan akan memastikan bahwa kehendak-Nya terlaksana.
Kisah Yeremia 36:20 memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Firman Tuhan tetap relevan dan kuat, meskipun seringkali dihadapi dengan ketidakpedulian, penolakan, atau bahkan permusuhan. Seperti Barukh, kita dipanggil untuk memiliki keberanian dalam menyampaikan kebenaran firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti Yeremia, kita diingatkan bahwa Tuhan memiliki cara-Nya sendiri untuk memastikan firman-Nya tidak akan kembali dengan sia-sia. Api penghinaan manusia tidak dapat memadamkan api kebenaran ilahi. Mari kita renungkan pentingnya menghargai dan mendengarkan firman Tuhan, karena di dalamnya tersimpan kehidupan dan harapan yang kekal.