Y36:22

Yeremia 36:22 - Pesan Nabi yang Terbakar

"Tahun kesembilan belas pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, pada bulan kesembilan, semua rakyat Yerusalem dan semua orang yang datang dari kota-kota Yehuda ke Yerusalem mengumumkan hari puasa di hadapan TUHAN."

Ayat Yeremia 36:22 membuka tirai ke sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Yehuda. Di tengah-tengah ketidakpastian dan ancaman yang membayangi, raja Yoyakim memerintahkan sebuah hari puasa. Ini bukanlah sekadar ritual keagamaan, melainkan sebuah respons kolektif terhadap firman Tuhan yang disampaikan melalui Nabi Yeremia. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesembilan belas masa pemerintahan Yoyakim, menandakan periode yang penuh tantangan dan pergeseran politik yang signifikan bagi kerajaan Yehuda. Ancaman dari Kekaisaran Babel semakin nyata, dan hati rakyat diliputi kekhawatiran.

Nabi Yeremia, yang telah lama menyampaikan pesan peringatan dari Tuhan, diminta oleh Tuhan untuk menuliskan semua firman yang telah Dia sampaikan kepadanya sejak masa pemerintahan Yosia. Kitab gulungan ini kemudian dibawa oleh Barukh bin Neriah, juru tulis Yeremia, untuk dibacakan di hadapan seluruh rakyat di rumah TUHAN pada hari puasa tersebut. Tujuannya jelas: agar bangsa itu berbalik dari jalan mereka yang jahat dan agar Tuhan mengasihani mereka serta membatalkan murka-Nya. Namun, respons yang diterima sungguh mengejutkan dan menyakitkan.

Ketika Barukh membacakan gulungan itu di hadapan raja Yoyakim dan para pembesar Yehuda, pesan kenabian yang seharusnya membawa harapan akan pertobatan justru direspons dengan penghinaan. Setelah mendengarkan beberapa bagian dari gulungan itu, Yoyakim yang duduk di hadapannya di rumah musim dingin dengan api menyala di tungku, mengambil pisau pemotong surat dan memotong gulungan itu sepotong demi sepotong. Kemudian, ia melemparkannya ke dalam api di tungku hingga seluruhnya terbakar habis. Sebuah tindakan barbar yang menunjukkan penolakan terang-terangan terhadap firman Tuhan dan ketidakpedulian terhadap peringatan yang diberikan.

Tindakan raja Yoyakim ini bukan hanya sebuah penghinaan terhadap pribadi Nabi Yeremia atau Barukh, melainkan sebuah penolakan terhadap otoritas dan pesan Tuhan sendiri. Ini adalah puncak dari kekerasan hati dan pemberontakan terhadap kehendak ilahi. Yeremia dan Barukh, yang terkejut dan takut, kemudian diperintahkan oleh Tuhan untuk membuat gulungan baru, dan menambahkan firman yang lebih keras lagi tentang hukuman yang akan menimpa Yoyakim dan seluruh Yehuda karena penolakan mereka. Kisah ini menjadi pengingat yang kuat akan konsekuensi dari menolak firman Tuhan, bahkan ketika firman itu disampaikan dengan penuh kasih dan kesempatan untuk bertobat.

Pesan yang terkandung dalam Yeremia 36:22 dan peristiwa yang mengikutinya tetap relevan hingga kini. Ia mengajarkan kita tentang pentingnya mendengarkan dan merespons firman Tuhan dengan hati yang terbuka, bukan dengan kekerasan hati atau kesombongan. Sejarah Yehuda adalah peringatan bagi kita semua bahwa penolakan terhadap kebenaran ilahi akan selalu membawa konsekuensi. Namun, di balik murka dan penghukuman, selalu ada tawaran pengampunan dan pemulihan bagi mereka yang mau berbalik.