Yeremia 36:26

"Berkata pula raja Yehoiakim dan semua pegawainya yang mendengar segala perkataan itu, sedang raja mengoyak-ngoyak gulungan kitab itu, 'Janganlah kamu takut, janganlah kamu mengoyak-ngoyak pakaianmu, sebab apa yang kamu lihat akan tergenap.'"
Ilustrasi simbolis tentang api dan awan kegelapan Teguran Ilahi & Keteguhan Hati

Kisah yang tercatat dalam Yeremia 36:26 menggambarkan momen krusial dalam penggenapan nubuat Allah. Di hadapan raja Yehoiakim dan para pegawainya, gulungan kitab yang berisi perkataan Yeremia tentang penghakiman atas Yehuda dibakar. Reaksi raja Yehoiakim menunjukkan penolakan yang keras terhadap pesan ilahi. Ia tidak hanya menolak nubuatan tersebut, tetapi juga menunjukkan sikap penghinaan yang mendalam dengan merobek dan membakar gulungan itu.

Dalam ayat ini, kita melihat sebuah paradoks yang menarik. Raja Yehoiakim, meskipun dengan sombong membakar perkataan Allah, justru mengucapkan sebuah kalimat yang secara ironis menegaskan kebenaran nubuatan itu sendiri. Ia berkata, "Janganlah kamu takut, janganlah kamu mengoyak-ngoyak pakaianmu, sebab apa yang kamu lihat akan tergenap." Kata-kata ini, yang diucapkan dalam konteks penolakan, tanpa disadari menjadi kesaksian atas ketetapan firman Tuhan. Seolah-olah ia mencoba menenangkan dirinya dan para pegawainya dari rasa takut akan penghakiman yang dinubuatkan, namun justru menegaskan bahwa penghakiman itu pasti akan datang.

Tindakan raja Yehoiakim ini merupakan bentuk pemberontakan terhadap Allah. Membakar gulungan kitab yang berisi firman-Nya adalah tindakan yang sangat menantang. Namun, Allah yang Mahakuasa tidak dapat dikalahkan oleh tindakan manusia yang congkak. Sebaliknya, Allah justru memerintahkan Yeremia untuk mengambil gulungan lain dan menuliskan kembali firman yang sama, bahkan menambahkan ancaman penghakiman yang lebih besar bagi keluarga raja Yehoiakim. Ini menunjukkan bahwa rencana Allah tidak dapat digagalkan, dan firman-Nya akan tetap tergenapi, terlepas dari reaksi manusia.

Kisah ini memberikan pelajaran penting bagi kita. Pertama, betapa seriusnya Allah memandang firman-Nya. Penolakan terhadap firman-Nya, sekecil apapun itu, memiliki konsekuensi. Kedua, meskipun manusia mungkin mencoba menolak atau mengabaikan kebenaran, pada akhirnya, kebenaran ilahi akan selalu berkuasa. Apa yang Allah firmankan pasti akan terjadi. Keberanian Yeremia dalam menyampaikan pesan Allah, bahkan ketika dihadapkan pada penolakan dan ancaman, juga patut menjadi teladan. Ia tetap setia pada panggilannya, mempercayakan hasil akhirnya kepada Allah.

Yeremia 36:26 bukan sekadar catatan sejarah. Ia adalah pengingat bahwa firman Allah memiliki otoritas yang tidak dapat diganggu gugat. Sikap raja Yehoiakim menunjukkan kebodohan dan kesia-siaan dalam melawan kehendak Ilahi. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menerima firman-Nya dengan hati yang terbuka, takut akan Dia, dan hidup sesuai dengan ajaran-Nya. Karena pada akhirnya, apa yang dikatakan Allah, itulah yang akan terjadi. Penolakan hanya akan memperparah konsekuensi, sementara ketaatan akan membawa berkat dan pemulihan.