Kisah yang tercatat dalam Yeremia pasal 36 menceritakan sebuah peristiwa dramatis yang melibatkan Nabi Yeremia, juru tulisnya Barukh, dan Raja Yehoyakim. Pada masa yang penuh gejolak di kerajaan Yehuda, TUHAN memerintahkan Yeremia untuk menyampaikan pesan penghakiman kepada umat-Nya. Pesan ini bukan sekadar kata-kata biasa, melainkan firman ilahi yang membawa peringatan serius tentang dosa dan konsekuensinya.
Yeremia, yang mungkin sudah terbiasa menghadapi penolakan dan penderitaan, diperintahkan untuk menuliskan semua firman TUHAN yang telah disampaikan kepadanya sejak masa Yosia hingga saat itu. Perintah ini kemudian dilimpahkan kepada Barukh, sahabat setia Yeremia, untuk menuliskannya dalam sebuah gulungan kitab. Setelah selesai ditulis, Barukh diperintahkan lagi untuk membacakan isi gulungan itu kepada seluruh rakyat di rumah TUHAN pada hari puasa. Harapannya, mereka akan mendengar, bertobat, dan memohon belas kasihan TUHAN.
Namun, kisah ini tidak berhenti pada pembacaan. Ketika isi gulungan itu didengar oleh para pejabat istana, mereka melaporkannya kepada raja. Raja Yehoyakim, bukannya tergerak untuk bertobat, justru menunjukkan sikap keras kepala dan penolakan yang mencolok. Ia memanggil Barukh dan memerintahkan agar gulungan itu dibacakan di hadapannya. Alih-alih mendengarkan dengan hati yang terbuka, raja malah mengambil pisau pemotong untuk mengoyak gulungan itu dan membakarnya di dalam perapian. Ini adalah tindakan yang sangat provokatif, sebuah penolakan terang-terangan terhadap firman TUHAN dan otoritas-Nya.
Di sinilah ayat Yeremia 36:27 masuk, yang berbunyi: "Sesudah raja Yehoyakim membakar gulungan itu dan perkataan Barukh yang diucapkannya dengan perantaraan Yeremia, berfirmanlah TUHAN kepada Yeremia: 'Ambillah lagi sebuah gulungan lain dan tuliskanlah padanya segala perkataan yang dahulu ada pada gulungan yang pertama, yang telah dibakar oleh raja Yehoyakim.'"
Ayat ini sungguh memancarkan kekuatan dan keteguhan pesan ilahi. Meskipun raja Yehoyakim berusaha memusnahkan firman TUHAN dengan membakarnya, kuasa TUHAN tidak dapat dihalangi. TUHAN segera memerintahkan Yeremia untuk membuat gulungan baru dan menuliskan kembali seluruh isi yang telah dibakar. Hal ini menunjukkan bahwa pesan TUHAN itu abadi dan tidak dapat dihancurkan oleh kejahatan manusia. Kebakaran gulungan itu bukan akhir dari pesan, melainkan hanya sebuah pengingat akan keteguhan hati dan kesetiaan TUHAN pada firman-Nya.
Peristiwa ini memiliki beberapa implikasi penting. Pertama, ia menegaskan kedaulatan TUHAN atas segala situasi, bahkan ketika menghadapi perlawanan yang ekstrem. Kedua, ia menunjukkan bahwa pertobatan adalah respons yang diharapkan dari umat TUHAN ketika mendengar firman peringatan. Ketiga, ia menjadi saksi bisu dari ketekunan para nabi dan juru tulis ilahi dalam menyampaikan kehendak TUHAN, sekalipun harus menghadapi bahaya dan penolakan. Pesan dalam gulungan yang kedua ini, bahkan diperluas dengan tambahan perkataan lain, yang pada akhirnya juga menjadi bagian dari kitab Yeremia yang kita baca hari ini.
Kisah Yeremia 36:27 memberikan pelajaran berharga bagi kita. Firman TUHAN lebih kuat dari segala upaya manusia untuk memadamkannya. Ia terus bergema, mengundang kita untuk merenung, bertindak, dan tetap berpegang teguh pada kebenaran ilahi, bagaimanapun tantangan yang mungkin kita hadapi.