Ayat Yeremia 5:12 menggambarkan sebuah realitas spiritual yang tragis namun akrab. Bangsa Israel pada masa itu, sebagaimana diungkapkan oleh nabi Yeremia, telah mencapai titik di mana mereka secara fundamental menyangkal kehadiran dan kuasa Tuhan dalam kehidupan mereka. Penyangkalan ini bukan sekadar ketidakpercayaan intelektual, melainkan sikap hati yang menolak mengakui bahwa Tuhan adalah sumber segala sesuatu, termasuk keadilan dan konsekuensi dari tindakan mereka. Mereka hidup seolah-olah Tuhan itu tidak ada, atau lebih buruk lagi, Tuhan tidak peduli dengan perbuatan mereka.
Kalimat "Bukan Dia yang bertindak" adalah inti dari kesalahpahaman mereka. Mereka mengabaikan tangan Tuhan yang bekerja dalam sejarah, baik dalam berkat maupun dalam teguran. Mereka melihat kejadian-kejadian dalam hidup, termasuk musibah, hanya sebagai kebetulan atau sebagai akibat dari kekuatan alam semata, tanpa menyadari bahwa Tuhan berdaulat atas segalanya. Penolakan terhadap otoritas dan tindakan ilahi ini membawa mereka pada kesimpulan yang sangat berbahaya: "malapetaka tidak akan menimpa kami, dan kami tidak akan melihat pedang atau kelaparan." Mereka merasa aman dalam ketidakpedulian mereka, percaya bahwa tidak ada konsekuensi yang akan datang atas dosa dan pemberontakan mereka.
Dalam konteks modern, ayat ini tetap relevan. Banyak orang saat ini hidup dengan pola pikir yang sama, menolak mengakui campur tangan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kesulitan datang, seperti penyakit, kehilangan pekerjaan, atau bencana alam, seringkali responsnya adalah mencari penjelasan rasional semata tanpa membuka diri terhadap dimensi spiritual. Lebih jauh lagi, ada kecenderungan untuk merasa kebal dari hukuman ilahi, seolah-olah kebaikan atau keberuntungan yang dialami adalah hasil usaha sendiri semata, tanpa pengakuan akan anugerah Tuhan.
Namun, firman Tuhan menegaskan bahwa penolakan semacam ini adalah jalan menuju kehancuran. Sejarah membuktikan berulang kali bahwa ketika manusia mengabaikan Tuhan, mereka akan menuai konsekuensi yang pahit. Keadilan ilahi, meskipun seringkali ditunda, pada akhirnya akan datang. Pengalaman Yeremia mengajarkan bahwa pengakuan dosa dan pertobatan adalah kunci untuk memulihkan hubungan dengan Tuhan dan untuk menghindari malapetaka yang lebih besar. Mengakui Tuhan sebagai "Dia yang bertindak" bukan berarti hidup dalam ketakutan akan hukuman, melainkan hidup dalam kesadaran akan kuasa, kasih, dan kebenaran-Nya.
Marilah kita belajar dari peringatan dalam Yeremia 5:12. Janganlah kita menyangkal kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Sebaliknya, mari kita mengakui Dia dalam segala hal, baik dalam suka maupun duka, dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Karena hanya dengan berpegang teguh pada-Nya, kita akan menemukan kedamaian sejati dan harapan yang abadi.