Lalu berseru ia, penjaga itu: "Di atas menara pengawal aku berdiri terus-menerus, siang demi siang, dan di tempatku aku berdiri terus-menerus sepanjang malam.
Ayat ini dari Kitab Yesaya, pasal 21, ayat 8, merupakan bagian dari nubuat yang disampaikan oleh Nabi Yesaya mengenai kejatuhan Babel. Dalam konteks ini, kita diperkenalkan dengan gambaran seorang penjaga yang ditempatkan di atas menara pengawal. Perannya sangat krusial: ia adalah mata dan telinga bangsa, yang bertugas mengamati setiap pergerakan musuh atau datangnya bahaya.
Tugas Seorang Penjaga
Frasa "aku berdiri terus-menerus, siang demi siang, dan di tempatku aku berdiri terus-menerus sepanjang malam" menekankan dedikasi, ketekunan, dan kewaspadaan luar biasa yang dituntut dari seorang penjaga. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang glamor, melainkan penuh pengorbanan. Ia harus siap sedia kapan saja, tanpa mengenal lelah, menghadapi segala cuaca, dan menahan kesendirian serta kebosanan. Tujuannya adalah untuk memberikan peringatan dini agar masyarakat dapat mempersiapkan diri dan terhindar dari serangan mendadak.
Dalam nubuat ini, penjaga tersebut tampaknya mewakili kesadaran ilahi atau gambaran visual tentang bagaimana Tuhan mengamati dan memperhatikan umat-Nya, atau bahkan mengamati kebangkitan kekuatan yang akan datang untuk menghancurkan musuh-Nya. Dalam konteks kejatuhan Babel, gambaran ini membangkitkan suasana ketegangan dan antisipasi yang mendalam. Sang penjaga, yang telah berjam-jam bahkan berhari-hari dalam pengawasannya, akhirnya melihat sesuatu yang penting.
Peringatan Datang
Meskipun ayat 8 hanya menggambarkan posisi dan ketekunan sang penjaga, ayat-ayat selanjutnya dalam pasal 21 Yesaya menggambarkan apa yang ia lihat. Penjaga itu kemudian berseru, "Aku melihat dua pasukan penunggang kuda, penunggang keledai dan penunggang unta, dan ia mendengarkan dengan saksama, penuh perhatian." Seruan ini adalah tanda bahwa pengawasan yang tak kenal lelah akhirnya membuahkan hasil. Sesuatu yang signifikan telah terdeteksi di cakrawala.
Kewaspadaan yang ditampilkan oleh penjaga ini mengajarkan kita pentingnya kesiapan dan kehati-hatian dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam arti rohani, ayat ini dapat diartikan sebagai ajakan untuk terus berjaga-jaga, merenungkan Firman Tuhan, dan tetap setia dalam pelayanan kita, karena kita tidak tahu kapan "hari Tuhan" itu datang atau kapan kita dipanggil untuk memberikan laporan. Kejatuhan Babel, yang dinubuatkan melalui gambaran penjaga ini, menjadi pengingat abadi bahwa kekuasaan yang didasarkan pada kesombongan dan penindasan tidak akan bertahan selamanya.
Kisah sang penjaga di menara pengawal ini lebih dari sekadar narasi kuno; ia adalah metafora yang kuat tentang tanggung jawab, kesaksian, dan kehati-hatian yang harus selalu kita miliki. Ia adalah lambang kesabaran dalam penantian, ketekunan dalam tugas, dan kesadaran akan panggilan ilahi untuk menjaga agar tidak tersesat atau lalai dalam perjalanan iman kita.