Ayat pertama dari pasal 28 Kitab Yesaya ini membuka dengan sebuah seruan peringatan yang kuat, ditujukan kepada kaum Efraim. Mereka digambarkan sebagai "peminum anggur yang kuat" dan "penghias-penghias mahkota yang indah". Gambaran ini bukan sekadar deskripsi harfiah, melainkan sebuah metafora yang dalam. Efraim, sebagai salah satu dari sepuluh suku Israel utara, seringkali diasosiasikan dengan kemakmuran dan kesuksesan duniawi. Namun, ayat ini menunjukkan bahwa di balik kemegahan dan kenikmatan yang mereka nikmati, terdapat kerapuhan yang tersembunyi.
"Peminum anggur yang kuat" menyiratkan sebuah gaya hidup yang tenggelam dalam kesenangan, pesta pora, dan mungkin juga kecanduan. Anggur, dalam konteks ini, bisa melambangkan berbagai bentuk kenikmatan dan pelarian dari kenyataan, termasuk kemewahan, kesenangan sensual, atau bahkan kesibukan yang mengalihkan perhatian dari hal-hal yang lebih esensial. Sementara itu, "penghias-penghias mahkota yang indah" menggambarkan ambisi, kebanggaan, dan keinginan untuk diperhatikan serta dihormati oleh dunia. Mereka mungkin sibuk dengan penampilan luar, kekuasaan, dan status, hingga melupakan fondasi spiritual mereka.
Peringatan yang diberikan sangat jelas: "Engkau akan terhanyut karena anggur itu, engkau akan tergelincir karena minuman keras." Implikasi dari gaya hidup yang dipenuhi kenikmatan dan kesombongan adalah hilangnya kendali dan akhirnya kehancuran. Kesenangan sesaat yang dinikmati tanpa batas pada akhirnya akan membawa pada ketidakstabilan, kehilangan arah, dan kejatuhan. Perumpamaan "terhanyut" dan "tergelincir" menunjukkan sebuah proses yang lambat namun pasti, di mana seseorang perlahan-lahan kehilangan pijakan dan kontrol atas hidupnya. Mereka yang mengandalkan kenikmatan duniawi akan mendapati diri mereka terombang-ambing oleh kekuatan yang tidak bisa mereka kuasai.
Yesaya mengingatkan bahwa fokus pada kemegahan duniawi dan kesenangan pribadi tanpa pertimbangan akan kebenaran ilahi adalah sebuah jalan menuju celaka. Seruan ini adalah peringatan bagi individu maupun komunitas untuk senantiasa menguji prioritas hidup mereka. Apakah kita lebih mengutamakan pencarian kenikmatan sesaat dan pengakuan dunia, atau kebenaran yang kekal dan hubungan yang mendalam dengan Sang Pencipta? Keseimbangan adalah kunci. Kenikmatan itu sendiri bukanlah kesalahan, namun ketika ia menjadi pusat kehidupan dan mengaburkan panggilan ilahi, maka ia berubah menjadi jalan yang berbahaya. Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan dampak jangka panjang dari pilihan gaya hidup kita, agar kita tidak berakhir terhanyut dan tergelincir dalam jurang kehancuran.