Ayat pembuka dari Kitab Yesaya pasal 48 ini adalah sebuah seruan yang kuat dan penting. Allah memanggil umat-Nya, yang menyebut diri mereka sebagai kaum Yakub dan orang-orang Israel, untuk benar-benar mendengarkan. Panggilan ini bukan sekadar ajakan untuk mendengar suara, melainkan seruan untuk memperhatikannya dengan sungguh-sungguh, merenungkannya, dan menerapkannya dalam kehidupan.
Penting untuk dicatat bahwa mereka yang dipanggil adalah mereka yang bersumpah demi nama Tuhan dan mengaku sebagai umat Allah Israel. Ini menyiratkan sebuah pengakuan iman, sebuah identitas yang seharusnya terikat erat dengan Sang Pencipta. Namun, kesedihan dan peringatan datang ketika firman tersebut menambahkan klausa krusial: "bukan dengan setia dan bukan dengan kebenaran!".
Ini adalah titik kritis yang menyoroti jurang antara pengakuan dan realitas. Umat Israel memiliki pengakuan formal, mereka mengucapkan sumpah, dan mereka menyandang nama Allah. Namun, tindakan dan hati mereka tidak mencerminkan kesetiaan yang sesungguhnya kepada perjanjian-Nya, dan hidup mereka tidak dijalani dengan kebenaran yang dikehendaki-Nya. Seringkali, kita juga bisa terjebak dalam pola yang sama. Kita mungkin aktif dalam kegiatan keagamaan, mengucapkan doa-doa, bahkan bersaksi tentang iman kita, namun apakah tindakan sehari-hari kita menunjukkan buah-buah kesetiaan dan kebenaran?
Yesaya 48:1 menjadi pengingat bahwa iman yang sejati tidak hanya terletak pada pengakuan lisan atau ritual semata, tetapi harus tercermin dalam sikap hidup yang konsisten. Kesetiaan berarti tetap teguh pada janji dan perintah Tuhan, bahkan ketika menghadapi tantangan atau godaan. Kebenaran berarti menjalani hidup sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan ilahi yang telah ditetapkan-Nya, bertindak jujur, adil, dan penuh kasih.
Firman ini mengajak kita untuk introspeksi diri. Apakah sumpah kita kepada Tuhan adalah janji kosong yang tidak didukung oleh tindakan nyata? Apakah pengakuan iman kita hanyalah sebuah label tanpa substansi yang mendalam? Panggilan untuk "mendengar" ini adalah kesempatan untuk meninjau kembali fondasi iman kita. Apakah fondasi itu kuat dan kokoh pada kesetiaan dan kebenaran, ataukah rapuh dan mudah goyah oleh kepalsuan dan ketidaksetiaan?
Dengan warna-warna sejuk cerah yang menyertai artikel ini, semoga firman Yesaya 48:1 dapat membangkitkan semangat baru dalam diri kita untuk hidup lebih setia dan benar di hadapan Tuhan. Mari kita jadikan ayat ini sebagai panduan untuk memeriksa hati dan tindakan kita, agar pengakuan iman kita beresonansi dengan kehidupan yang mencerminkan kesetiaan dan kebenaran ilahi, membimbing langkah kita menuju terang yang sejati.