"Justru sebagai kesaksian antara kita dan kamu, dan antara keturunan kita sesudah kita, bahwa kita beribadah kepada TUHAN di hadapan-Nya dengan korban bakaran, korban sajian dan korban sembelihan kita, supaya anak-anakmu jangan berkata kepada anak-anak kita di waktu mendatang: 'Kamu tidak ada bagian dalam TUHAN.'"
Ayat Yosua 22:27 merupakan momen krusial dalam sejarah bangsa Israel. Setelah penaklukan tanah Kanaan, suku-suku di seberang sungai Yordan, yaitu Ruben, Gad, dan setengah suku Manasye, mendirikan sebuah mezbah yang besar. Tindakan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan suku-suku lain yang mendiami tanah Kanaan di sebelah barat Yordan. Mereka menganggap pendirian mezbah tersebut sebagai tanda pemberontakan dan penyimpangan dari ajaran Tuhan yang terpusat pada satu mezbah di Shiloh.
Kekhawatiran ini berujung pada dikirimnya delegasi dari suku-suku di barat yang dipimpin oleh Pinehas, imam besar, untuk menanyakan maksud dari pendirian mezbah tersebut. Yosua sendiri, sebagai pemimpin agung bangsa Israel, juga memimpin pembicaraan ini. Percakapan yang terjadi menunjukkan ketegangan dan potensi konflik yang bisa timbul akibat kesalahpahaman dan kecurigaan.
Namun, ketika delegasi dari suku-suku di timur menjelaskan niat mereka, ketegangan mereda. Ayat Yosua 22:27 menjadi inti dari penjelasan mereka. Mereka menyatakan bahwa mezbah tersebut bukan untuk mengorbankan persembahan selain kepada TUHAN, melainkan sebagai kesaksian. Kesaksian ini memiliki beberapa tujuan penting:
Tindakan mendirikan mezbah sebagai kesaksian ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kesatuan iman dan persekutuan. Dalam konteks modern, hal ini bisa diartikan sebagai pentingnya menjaga tradisi spiritual keluarga, mengajarkan nilai-nilai iman kepada anak-anak, dan selalu mengingatkan satu sama lain tentang ketergantungan kita pada Tuhan. Mezbah kesaksian ini adalah simbol nyata dari janji dan komitmen generasi pendahulu kepada Tuhan, yang ingin diteruskan kepada generasi penerus. Ini adalah bukti bahwa menjaga hubungan dengan Tuhan dan menjaga keutuhan umat-Nya adalah prioritas utama yang harus terus-menerus diwariskan.
Penjelasan yang bijaksana dari suku-suku di timur sungai Yordan ini akhirnya membuahkan hasil. Pinehas dan para pemimpin lainnya menerima penjelasan tersebut, dan konflik berhasil dihindari. Ini menunjukkan bahwa komunikasi yang terbuka, penjelasan yang tulus, dan niat yang baik dapat mencegah kesalahpahaman yang berpotensi merusak.