Yosua 24:16

"Maka jawab rakyat itu kepada Yosua: "Jauhlah sekali dari kami untuk meninggalkan TUHAN dan berbakti kepada allah lain!"

Ayat Yosua 24:16 adalah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel, sebuah deklarasi kesetiaan yang bergema kuat hingga kini. Dalam konteks pasal 24 Kitab Yosua, kita melihat Yosua, sang pemimpin yang gigih, sedang menghadapi bangsa Israel di Sikhem. Ini adalah momen perpisahan Yosua dengan generasi yang telah dia pimpin memasuki Tanah Perjanjian. Yosua memanggil para tua-tua, para pemimpin, para hakim, dan para pengawas bangsa Israel untuk berkumpul. Ia mengingatkan mereka akan segala perbuatan besar TUHAN bagi nenek moyang mereka, mulai dari Abraham di seberang Sungai Efrat, hingga pembebasan dari perbudakan di Mesir, dan perjalanan panjang melalui padang gurun menuju tanah Kanaan. Yosua telah menuntun mereka melewati berbagai peperangan, menaklukkan musuh-musuh, dan akhirnya menduduki tanah yang melimpah ruah susu dan madunya.

Simbol Pilihan Setia

Setelah merangkai kembali sejarah penyelamatan dan pemeliharaan TUHAN, Yosua kemudian melemparkan sebuah pilihan tegas kepada bangsa itu: "Pilihlah pada hari ini siapa yang akan kamu layani: allah ... yang kepadanya nenek moyangmu berbakti di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori, yang tanahnya kamu diami sekarang ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan berbakti kepada TUHAN." (Yosua 24:15). Pernyataan Yosua ini bukan sekadar pidato, melainkan sebuah tantangan spiritual yang menuntut refleksi mendalam dan keputusan pribadi. Ia menempatkan bangsa itu di persimpangan jalan, mengharuskan mereka untuk mempertimbangkan secara serius siapa yang layak mendapatkan kesetiaan dan ibadah mereka.

Respon bangsa Israel, "Maka jawab rakyat itu kepada Yosua: "Jauhlah sekali dari kami untuk meninggalkan TUHAN dan berbakti kepada allah lain!"", adalah jawaban yang lantang dan penuh keyakinan. Mereka menyatakan penolakan tegas terhadap godaan untuk berpaling dari TUHAN yang telah membebaskan dan membimbing mereka. Frasa "Jauhlah sekali dari kami" menggambarkan penolakan yang kuat, seolah-olah gagasan itu sendiri adalah sesuatu yang mengerikan dan tidak dapat ditoleransi. Mereka mengakui TUHAN sebagai satu-satunya Allah yang layak disembah, yang telah melakukan perbuatan-perbuatan ajaib bagi mereka.

Namun, penting untuk diingat bahwa deklarasi ini bukanlah akhir dari cerita. Sejarah selanjutnya menunjukkan bahwa meskipun mereka berjanji setia, kecenderungan bangsa Israel untuk berpaling kepada ilah-ilah asing sering kali muncul kembali. Hal ini mengajarkan kita bahwa pilihan untuk setia kepada TUHAN bukanlah keputusan satu kali, melainkan sebuah komitmen yang perlu terus-menerus diperbaharui. Ini adalah perjuangan berkelanjutan melawan pengaruh duniawi dan godaan untuk mengikuti jalan-jalan yang menyimpang dari kehendak ilahi.

Dalam konteks kehidupan modern, Yosua 24:16 masih sangat relevan. Kita juga dihadapkan pada berbagai pilihan setiap hari. Ada banyak "allah-allah" baru yang menawarkan kenyamanan, popularitas, kekayaan, atau kepuasan instan. Media sosial, kesibukan duniawi, dan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran ilahi dapat dengan mudah menarik perhatian kita menjauh dari TUHAN. Ayat ini mengingatkan kita untuk secara sadar memilih siapa yang kita layani. Apakah kita membiarkan hal-hal duniawi mendominasi hidup kita, ataukah kita secara teguh berpegang pada TUHAN? Pilihan ada di tangan kita, dan seperti bangsa Israel, deklarasi kesetiaan harus diikuti dengan tindakan nyata dan komitmen yang berkelanjutan untuk hidup sesuai dengan firman-Nya. Memilih untuk berbakti kepada TUHAN berarti menempatkan-Nya sebagai prioritas utama dalam segala aspek kehidupan kita.