"Pada akhir dua tahun lamanya, anak-anaknya telah habis, maka Daud menyuruhnya, dan dia menyingkirkan Yoam, anaknya yang sulung, sebagai raja sesudah dia. Yoram berumur tiga puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan memerintah di Yerusalem tujuh tahun lamanya. Tetapi ia berjalan dalam jalan raja-raja Israel, seperti yang telah dilakukan keluarga Ahab, sebab ia telah beristrikan anak perempuan Ahab, dan ia melakukan yang jahat di mata TUHAN." (2 Tawarikh 21:19, disesuaikan konteks)
Ayat 2 Tawarikh 21:19, meskipun secara spesifik merujuk pada konteks yang lebih luas tentang raja Yoram, memberikan gambaran penting mengenai prinsip keadilan ilahi dan konsekuensi dari pilihan-pilihan yang dibuat. Konteks ini menceritakan tentang raja Yoram dari Yehuda, yang naik takhta menggantikan ayahnya, Yosafat. Sayangnya, Yoram tidak meneruskan teladan saleh ayahnya, melainkan tersesat ke dalam dosa.
Kisah Yoram adalah peringatan yang kuat tentang bahaya kemerosotan moral dan pengaruh buruk. Ia menikahi putri Ahab, raja Israel, yang dikenal sebagai sosok jahat dan penyembah berhala. Pernikahan ini, yang seharusnya menjadi aliansi politik, justru membawa Yoram ke dalam lingkaran penyembahan berhala dan praktik-praktik yang dibenci oleh Tuhan. Ia membunuh keenam saudara kandungnya sendiri demi mengonsolidasikan kekuasaannya, sebuah tindakan kekejaman yang mengerikan. Ia juga membiarkan rakyatnya mengikuti jejaknya dalam kejahatan.
Meskipun ayat 21:19 tidak secara langsung mengisahkan akhir kehidupan Yoram, bagian selanjutnya dari pasal ini (ayat 20 dan seterusnya) menggambarkan murka Tuhan yang akhirnya menimpa Yoram. Ia menderita penyakit usus yang parah dan mematikan, yang akhirnya merenggut nyawanya. Rakyatnya bahkan tidak menghormatinya di pemakaman, menolak menguburkannya di makam para raja. Ini adalah gambaran yang suram tentang bagaimana kehidupan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan akan berakhir dengan kehinaan.
Pesan utama dari kisah Yoram, yang tercermin dalam ayat-ayat seperti 2 Tawarikh 21:19, adalah bahwa Tuhan memandang kejahatan dengan serius. Keturunan yang dipilih oleh Tuhan, bahkan para raja, tidak dikecualikan dari pengadilan ilahi jika mereka memilih jalan yang salah. Keadilan Tuhan, meskipun seringkali sabar, pada akhirnya akan bekerja. Perilaku dan pilihan pribadi, termasuk pengaruh lingkungan dan pernikahan, memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan spiritual seseorang dan keturunannya.
Kisah ini mengingatkan kita untuk senantiasa waspada terhadap pengaruh yang dapat menarik kita menjauh dari Tuhan. Penting untuk memilih sahabat, pasangan hidup, dan lingkungan yang mendukung pertumbuhan iman kita. Lebih dari itu, warisan rohani yang baik jauh lebih berharga daripada kekuasaan duniawi yang diperoleh melalui cara-cara yang tidak saleh. Keadilan ilahi memastikan bahwa kejahatan tidak akan terlepas dari konsekuensinya, dan kebaikan pada akhirnya akan dijunjung tinggi.