Ayat ini dari 2 Tawarikh 21:20 melukiskan gambaran yang suram tentang akhir hidup raja Yoram dari Yehuda. Narasi ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan juga sebuah pengingat abadi tentang konsekuensi dari keputusan yang salah dan penolakan terhadap jalan Tuhan. Yoram, seorang raja yang seharusnya memimpin bangsanya menuju kesetiaan dan kebenaran, justru terjerumus ke dalam kegelapan dosa.
Perjalanan hidup Yoram dimulai dengan janji. Ia naik takhta menggantikan ayahnya, Yosafat, seorang raja yang dikenal saleh. Namun, alih-alih mengikuti jejak ayahnya, Yoram justru mengambil jalan yang berbeda. Ia mengawali pemerintahannya dengan membunuh keenam saudaranya sendiri, menunjukkan kekejaman yang mengerikan dan ambisi yang membabi buta. Tindakan ini saja sudah merupakan pelanggaran berat terhadap hukum Tuhan dan moralitas dasar manusia.
Lebih jauh lagi, Yoram menikahi Atalya, putri Ahab dari Israel. Pernikahan ini membawa pengaruh yang sangat buruk. Atalya, yang kemungkinan besar menyembah Baal, mendorong Yoram dan bangsanya untuk meninggalkan Tuhan. Alkitab mencatat bahwa Yoram "tidak mengikuti hati TUHAN, Allah nenek moyangnya" (2 Tawarikh 21:6). Ia membiarkan penyembahan berhala merajalela di Yehuda, mengabaikan peringatan dan tuntunan ilahi yang telah diwariskan kepadanya.
Akibat dari tindakan-tindakannya ini, Tuhan mengirimkan murka-Nya. Yehuda diserang oleh orang-orang Filistin dan Arab, yang menjarah istana kerajaan dan membawa pergi seluruh keluarga Yoram, kecuali Yoahas, putra bungsunya. Kemudian, Yoram sendiri menderita penyakit usus yang mengerikan dan tak tersembuhkan. Ia mengalami rasa sakit yang luar biasa selama dua tahun sebelum akhirnya meninggal.
Ayat 2 Tawarikh 21:20 merangkum akhir yang menyedihkan ini. Ia "mati tanpa dicintai" – sebuah ungkapan yang menunjukkan betapa terasingnya ia dari rakyatnya dan bahkan mungkin dari keluarganya sendiri karena perbuatannya yang jahat. Kekayaannya yang mungkin telah ia kumpulkan, seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut, menjadi tidak berarti di hadapan kematian dan penghakiman ilahi. Ironisnya, meskipun ia adalah seorang raja, ia tidak pantas dikuburkan di makam raja-raja, menunjukkan hilangnya kehormatan dan statusnya di mata Tuhan dan sejarah.
Kisah Yoram adalah ilustrasi nyata dari firman Tuhan dalam Hosea 8:7: "Sebab mereka menabur angin, maka akan menuai badai." Kebejatan moral dan spiritual Yoram tidak bisa dibiarkan tanpa konsekuensi. Keadilan Tuhan, meskipun terkadang tampak lambat, pasti akan datang. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kepemimpinan yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip ilahi akan membawa kehancuran, baik bagi individu maupun bagi bangsa yang dipimpinnya.
Oleh karena itu, 2 Tawarikh 21:20 bukan hanya sekadar cerita tentang raja yang jahat, tetapi juga sebuah pengajaran mendalam tentang pentingnya integritas, kesetiaan kepada Tuhan, dan konsekuensi jangka panjang dari setiap pilihan yang kita buat. Ia mendorong kita untuk memeriksa hati kita, memastikan bahwa jalan kita selaras dengan kehendak Tuhan, agar kita tidak berakhir seperti Yoram, yang meninggal tanpa dicintai dan tanpa kehormatan.