"Lalu Harun dan anak-anaknya disuruhnya duduk, dan Musa meletakkan tangan mereka di atas kepala mereka." (Imamat 8:13)
Ayat Imamat 8:13 merupakan bagian penting dari narasi tentang penahbisan Harun dan putra-putranya sebagai imam-imam pertama di Israel. Peristiwa ini terjadi setelah Tuhan memerintahkan Musa untuk mendirikan Kemah Suci dan menetapkan tata cara ibadah. Penahbisan ini bukanlah sekadar upacara formal, melainkan penanda dimulainya pelayanan keimaman yang akan menjadi jembatan antara Tuhan dan umat-Nya. Tindakan Musa meletakkan tangan di atas kepala Harun dan anak-anaknya adalah simbol yang sarat makna.
Dalam tradisi Alkitab, tindakan meletakkan tangan di atas kepala seseorang memiliki beberapa implikasi penting:
Imamat 8:13 menceritakan momen krusial dalam pembentukan struktur keagamaan Israel. Sebelum ini, peran keimaman mungkin kurang terstruktur. Dengan penahbisan Harun sebagai Imam Besar dan putra-putranya sebagai imam, terbentuklah sebuah tatanan yang jelas dalam ibadah kepada Tuhan. Para imam memiliki tugas khusus untuk mempersembahkan korban, mengajarkan hukum Taurat, dan menjadi perantara bagi umat.
Penahbisan ini secara teologis menggarisbawahi kesucian Tuhan dan kebutuhan akan adanya perantaraan yang kudus. Tuhan tidak dapat didekati sembarangan. Melalui Harun dan keturunannya, Tuhan menyediakan jalan bagi umat-Nya untuk mendekat kepada-Nya, mendapatkan pengampunan dosa, dan memelihara hubungan yang benar. Tindakan penahbisan ini menyiapkan panggung bagi seluruh sistem korban dan ibadah yang dijelaskan dalam kitab Imamat, yang bertujuan untuk menjaga kekudusan umat Israel di hadapan Tuhan.
Meskipun sistem keimaman suku Lewi seperti yang dijelaskan dalam Imamat telah digenapi dalam diri Yesus Kristus, prinsip-prinsip di balik penahbisan Harun tetap relevan. Yesus Kristus adalah Imam Besar kita yang sempurna, yang melalui pengorbanan-Nya yang sekali untuk selamanya, telah membawa kita kepada Tuhan. Bagi orang percaya masa kini, penempatan tangan dalam konteks penahbisan para pelayan gereja, misalnya, tetap merupakan simbol penyerahan diri, pemberian otoritas ilahi, dan identifikasi dengan Kristus serta tugas-Nya dalam melayani umat Tuhan.
Ayat Imamat 8:13, oleh karena itu, bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga pengajaran teologis yang mendalam tentang panggilan, otoritas, dan pengabdian dalam pelayanan kepada Tuhan. Ini mengingatkan kita akan pentingnya adanya pemimpin rohani yang dipilih, ditahbiskan, dan didedikasikan untuk melayani umat Tuhan dengan kesetiaan dan kekudusan.