Apabila tuannya memberikan kepadanya seorang istri, dan istri itu melahirkan anak laki-laki atau perempuan, maka istri dan anak-anaknya tetap menjadi kepunyaan tuannya, sedang ia sendiri harus pergi dengan sendirinya.
Gambar: Ilustrasi visual tentang konsep perjanjian dan kebebasan.
Ayat Keluaran 21:4 menyajikan salah satu pasal yang menggambarkan sistem hukum dan sosial yang berlaku di Israel kuno, sebagaimana diwahyukan melalui Musa. Ayat ini secara spesifik membahas tentang status seorang budak laki-laki yang diberikan istri oleh tuannya. Penting untuk memahami konteks historis dan hukum di balik aturan ini agar tidak disalahpahami dalam pandangan modern yang sangat berbeda. Perjanjian Lama memberikan gambaran detail tentang bagaimana kehidupan sosial diatur, termasuk hak dan kewajiban yang mengikat antara tuan dan budak.
Dalam tradisi hukum Timur Dekat kuno, termasuk dalam masyarakat Israel, perbudakan adalah sebuah realitas. Namun, hukum Taurat memiliki keunikan dalam pendekatannya, seringkali menunjukkan perhatian pada perlindungan bagi mereka yang berada dalam posisi rentan. Ayat 4 ini menjelaskan sebuah skenario: seorang budak laki-laki "dipinjamkan" atau "diberikan" seorang istri oleh tuannya. Istri dan anak-anak yang lahir dari pernikahan ini, menurut ayat tersebut, akan menjadi milik tuannya. Ini berarti bahwa mereka tidak akan pergi bersama budak tersebut jika masa pelayanannya berakhir dan ia berhak bebas.
Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam keseluruhan pasal Keluaran 21, terdapat ketentuan lain yang memberikan kebebasan bagi para budak. Misalnya, dalam Keluaran 21:2, disebutkan bahwa budak Ibrani hanya boleh melayani selama enam tahun, dan pada tahun ketujuh ia harus dibebaskan tanpa bayaran. Ketentuan ini menunjukkan adanya lapisan perlindungan dan harapan akan kebebasan yang berbeda dari sistem perbudakan di peradaban lain. Ayat 4, secara spesifik, tampaknya mengatur situasi keluarga yang muncul dari status perbudakan, di mana keturunan dari pernikahan yang difasilitasi oleh tuan akan tetap terikat pada tuan tersebut.
Perbedaan mendasar dengan kebebasan individu yang kita kenal saat ini sangatlah signifikan. Dalam konteks ini, kebebasan bukanlah hak inheren yang tak terpisahkan, melainkan sesuatu yang bisa diberikan atau diatur oleh hukum. Ayat ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya mempelajari Firman Tuhan dalam kerangka waktu dan budayanya. Menginterpretasikan hukum-hukum seperti ini tanpa mempertimbangkan konteksnya dapat menimbulkan kesalahpahaman yang mendalam. Fokus pada "keluaran 21:4" menggarisbawahi bagaimana hukum Musa mengatur aspek-aspek kehidupan yang mungkin terlihat asing bagi kita, namun sangatlah relevan pada zamannya.
Memahami Keluaran 21:4 mengajak kita untuk merenungkan tentang keadilan, keterikatan, dan kebebasan dalam berbagai bentuknya. Ini adalah pengingat bahwa setiap bagian dari Kitab Suci memiliki pelajaran unik yang bisa kita tarik, membimbing kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang karakter Allah dan cara-Nya berinteraksi dengan umat manusia sepanjang sejarah. Studi yang teliti dan penuh doa terhadap ayat-ayat ini akan selalu memperkaya pemahaman kita tentang kebenaran ilahi.