"Ia tinggal di kotanya itu selama dua tahun penuh, dan menyambut semua orang yang datang kepadanya; ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajarkan tentang Tuhan Yesus Kristus dengan segala keberanian tanpa rintangan."
Simbol pengajaran dan kesaksian
Kisah Para Rasul pasal 28 menutup kitab ini dengan gambaran yang luar biasa tentang pelayanan Rasul Paulus. Setelah badai dahsyat yang hampir merenggut nyawanya dan kapal yang ditumpanginya, Paulus dan para pelayannya terdampar di pulau Malta. Meskipun berada dalam situasi yang sulit, bahkan setelah digigit ular berbisa dan tidak mati, penduduk pulau itu mulai melihat Paulus sebagai seorang yang ilahi.
Namun, Paulus tidak memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi. Sebaliknya, ia menggunakan kesempatan ini untuk melakukan mukjizat penyembuhan bagi banyak orang yang sakit di pulau itu, termasuk ayah gubernur setempat, Publius. Penderitaan yang ia alami justru menjadi sarana untuk menunjukkan kuasa Allah dan memberitakan Injil.
Setelah beberapa bulan di Malta, Paulus akhirnya melanjutkan perjalanannya ke Roma. Kedatangannya di Roma bukanlah sebagai tahanan yang lemah, melainkan sebagai seorang pemberita Injil. Meskipun ia berada di bawah tahanan rumah, ia memiliki kebebasan untuk menerima tamu. Inilah titik di mana ayat pembuka artikel ini menjadi sangat relevan.
Selama dua tahun penuh di Roma, Paulus tak henti-hentinya menyambut orang-orang dari berbagai kalangan. Ia tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dengan keberanian yang luar biasa, ia memberitakan tentang Kerajaan Allah dan mengajarkan tentang Tuhan Yesus Kristus. Tidak ada yang bisa menghalanginya. Baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi, ia menjangkau mereka dengan pesan keselamatan.
Pesan utama Paulus di Roma sangatlah jelas. Ia berfokus pada dua hal fundamental: Kerajaan Allah dan pribadi Yesus Kristus. Kerajaan Allah merujuk pada pemerintahan Allah yang berdaulat atas alam semesta, dan khususnya pada pemerintahan-Nya di dalam hati orang-orang percaya. Ini adalah harapan bagi masa depan, sekaligus kenyataan yang dialami saat ini oleh mereka yang hidup di bawah kendali Kristus.
Lebih lanjut, ia menekankan Yesus Kristus sebagai pusat dari segalanya. Ia mengajarkan siapa Yesus itu – Anak Allah, Juruselamat dunia, Tuhan yang bangkit. Kesaksiannya tentang Yesus Kristus begitu kuat dan meyakinkan sehingga banyak orang tertarik dan mendengarkan.
Frasa "dengan segala keberanian tanpa rintangan" adalah puncak dari gambaran ini. Meskipun Paulus berada dalam penjara rumah, ia tidak merasa terintimidasi atau takut. Ia berbicara dengan keyakinan penuh, didorong oleh kuasa Roh Kudus dan kepastian akan kebenaran Injil yang ia bawa. Keberaniannya ini bukanlah keberanian semata-mata manusiawi, tetapi keberanian yang berasal dari iman yang teguh kepada Allah.
Meskipun mungkin ada penolakan dan perdebatan (seperti yang tercatat sebelumnya di Roma, di mana beberapa orang Yahudi percaya dan yang lain tidak), Paulus tetap bertekun. Fokus utamanya bukanlah pada penerimaan dari semua orang, melainkan pada penyampaian pesan yang dipercayakan kepadanya. Inilah contoh luar biasa tentang bagaimana iman yang sejati beroperasi di tengah tantangan, menunjukkan bahwa kesaksian tentang Kristus harus terus berlanjut, dalam segala keadaan.