Yehezkiel 26:2

"Hai anak manusia, karena Tirus telah berkata tentang Yerusalem: "Aha! Pintu gerbang bangsa-bangsa telah pecah, ia terbuka bagiku; aku akan dipenuhi, sebab ia telah mati,"

Tirus

Ayat Yehezkiel 26:2 mencatat sebuah ucapan yang provokatif dan arogan dari kota Tirus terhadap Yerusalem yang sedang mengalami kehancuran. Tirus, sebuah kota pelabuhan dan pusat perdagangan yang makmur di tepi Laut Mediterania, memandang jatuhnya Yerusalem bukan sebagai tragedi kemanusiaan, tetapi sebagai peluang emas bagi dirinya sendiri. Kata "Aha!" dalam ayat ini menunjukkan sebuah ekspresi kemenangan dan kepuasan yang dingin atas kejatuhan tetangganya.

Bagi Tirus, Yerusalem yang hancur berarti "pintu gerbang bangsa-bangsa telah pecah, ia terbuka bagiku". Ini mengindikasikan bahwa jalur perdagangan dan pengaruh yang sebelumnya mungkin terhalang oleh kekuatan Yerusalem kini menjadi terbuka lebar untuk dieksploitasi oleh Tirus. Mereka melihat ini sebagai kesempatan untuk memperluas jangkauan ekonomi dan politik mereka, untuk "dipenuhi" oleh kekayaan dan keuntungan yang berasal dari keruntuhan kota lain. Frasa "sebab ia telah mati" menegaskan pandangan Tirus yang melihat Yerusalem sudah tidak berdaya dan tidak akan bangkit kembali.

Nubuat ini, yang disampaikan oleh nabi Yehezkiel, tidak hanya mencatat ucapan Tirus, tetapi juga menjadi preamble bagi penghakiman ilahi yang akan menimpa kota Tirus itu sendiri. Allah tidak mengabaikan kesombongan dan kekejaman yang diungkapkan oleh Tirus. Ayat-ayat selanjutnya dalam pasal ini dan pasal-pasal berikutnya dalam Kitab Yehezkiel merinci bagaimana Tirus, dengan segala kemegahannya, akan mengalami kehancuran yang bahkan lebih dahsyat daripada yang mereka nikmati dari kejatuhan Yerusalem.

Penolakan terhadap umat Allah dan perayaan atas kesengsaraan mereka adalah dosa yang serius di mata Tuhan. Yehezkiel 26:2 menjadi pengingat kuat bahwa kesombongan dan keserakahan yang didasarkan pada penderitaan orang lain akan menuai murka ilahi. Tirus, yang begitu bangga dengan benteng dan kekayaannya, akhirnya akan merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi kota yang diporak-porandakan, sebuah pelajaran abadi tentang konsekuensi dari sikap yang memusuhi kehendak Tuhan dan umat-Nya.

Kisah Tirus juga mengajarkan tentang keadilan ilahi. Meskipun Tuhan mengizinkan penderitaan terjadi, Dia juga akan menghakimi mereka yang bersukacita atas penderitaan orang lain atau mengambil keuntungan dari kejatuhan mereka. Nubuat Yehezkiel terhadap Tirus adalah manifestasi dari kedaulatan Allah atas semua bangsa dan pengingat bahwa tidak ada kesombongan manusia yang luput dari pandangan-Nya.